Minggu, 29 Mei 2016

Wawancara Pelatihan SEAMEO QITEP IN SCIENCE

Sekitar empat hari yang lalu, aku dapat telpon dari SEAMEO QITEP in SCIENCE mengabarkan bahwa aku lolos tahap administratif untuk mengikuti Environmental Education for Sustainable Development, dan dijadwalkan interview by phone hari senin kemarin. Sampai ditelpon begini pasalnya aku daftar salah satu pelatihan SEAQIS ini. Tiap tahunnya SEAQIS rutin mengadakan pelatihan bagi guru-guru, Kepala Sekolah dan Pengawas dari Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. Lengkapnya bisa dicek disini. Aku sendiri memilih EESD soalnya gereget banget ingin memperbaiki kondisi lingkungan dan perilaku pelajar terhadap lingkungan. Untuk ikut pelatihan ini cukup mendaftar dengan mengisi biodata, mengunggah Motivation Letter dan kalau ada bukti kecakapan Bahasa Inggris. Waktu daftar aku pakai skor ITP TOEFL.

Balik lagi soal interview. Sebelum hari H, aku googling biar ada bayangan, tapi enggak nemu. Ya, sudahlah, siapkan diri dan HP saja, jangan sampai jauhan. Kalau-kalau ada telpon untuk interview. Saat HP berdering aku berada agak jauh dari meja kerja, padahal HP sedang dicharge di meja. Saat kuangkat, ternyata sudah ditutup. Aku bergegas ke luar ruangan yang lagi ramai mencari tempat yang agak sepi. Lalu aku telpon balik. Benar saja ternyata interview dari SEAQIS. Bu Fatmia dari SEAQIS memberikan prolog dalam Bahasa Indonesia bahwa wawancara akan dilakukan dalam bahasa Inggris. Wawancara plus prolog hanya memakan waktu 4 menit 39 detik. Topik-topik wawancara yang aku ingat kurang lebih seperti ini:
1. Nama, Institusi, Latar Belakang Pendidikan
2. Motivasi mengikuti Training
3. Apa yang akan dilakukan pasca Training
4. Kemungkinan mengikuti pelatihan full 10 hari
5. Problem lingkungan yang ditemukan di sekolah
6. Keterlibatan dalam program lingkungan di Sekolah
7. Pernah/tidak mengikuti training SEAQIS

Hasilnya? Wallahu'alam. Kalau rejeki insya Allah terpanggil. Tapi kalau tidak, ya tak apa. Yang penting terus berjuang dalam pendidikan lingkungan.

Senin, 23 Mei 2016

Belajar Bicara Lewat Seminar

“Dari mana?” tanya seorang dosen UNY bersama rekannya dalam lift. “Dari Bandung Bu” jawabku singkat. “Ooh… Bandung. UPI toh?” Ehemm…. Kalau urusan Teacher Education kayaknya almamaterku ini cukup terkenal di Indonesia. Aku jelaskan bahwa aku memang alumni UPI namun hadir di Conference ini sebagai guru SMA.

Saat memasuki tempat registrasi kucari namaku di daftar presenter. Hmm… kebanyakan ternyata mewakili Universitas, beberapa dari LPMP atau Badan Penelitian. Ahey…. Aku satu-satunya dari SMA? Kayaknya di Conference ini guru adalah manusia langka. Yang dibahas adalah tentang pendidikan guru dan peningkatan profesionalisme guru. Saat orang membicarakan guru, rasanya tertuju padaku, hihihi…. Ge eR. Ketika ada yang mengungkap kasus guru yang kurang professional, aih…. Pengen teriak “Tidak semua begitu!”, meski kusadari sebagai guru masih punya banyak kekurangan.

Setelah plenary session yang diisi para expert dari berbagai universitas berbagai belahan bumi seperti Indonesia, China, Australia, Amerika dan Finlandia, acara dilanjutkan dengan sesi parallel dimana para presenter menyampaikan hasil kajian masing-masing. Aku mendapat giliran hari ke-2. Di hari pertama kuputuskan masuk ke ruangan yang penelitiannya agak berbau Science Education. Ku dengar para presenter ngobrol untuk menyampaikan presentasi dalam bahasa Indonesia saja. Aha… International Conference enggak harus pake Bahasa Inggris toh? Tiba-tiba masuklah Profesor dari University of Minnesota dan duduk tepat di sebelah ku. Waduh? Jadi beneran harus pakai bahasa Inggris nih? Karena tidak semua orang faham bahasa Indonesia. Let see…


Malam kedua tidurku jadi enggak nyenyak memikirkan harus presentasi dalam bahasa Inggris khawatir Profesor Amrik itu masuk ke ruanganku pasalnya kemarin dia menanyakan ihwal giliranku. Jadwal sesi parallel pun tiba, di jadwal aku kebagian no 8. Dalam ruangan semuanya dari Indonesia, Profesor US itu pun tak ada, mungkin kemarin dia hanya basa-basi saja menanyakan presentasiku . Ahh…. Sedikit lega, berarti bisa berIndonesia ria. Tiba-tiba duduk di sebelahku seorang peserta dari Scotland yang bekerja di Myanmar duduk di sebelahku disusul orang-orang berkulit putih lainnya termasuk Profesor US itu. O…M…G…N…A (Oh… My Gusti Nu Agung). Jadi beneran nih harus pake bahasa Inggris? Ok… harus nekad. Belum pernah ada cerita orang meninggal gara-gara presentasi in English. Meninggal ya karena dicabut nyawa.

Enam presenter yang kebanyakan dari jurusan bahasa inggris dalam dua termin nyerocos dengan bahasa Inggris lancar. Karena salah satu presenter tak hadir maka aku mendapat giliran pertama di termin III disusul dua orang dosen dari Uni apa aku lupa. Di awal aku perkenalkan diri bahwa aku bukan dari jurusan Bahasa Inggris jadi harap maklum kalau bahasa Inggrisku kurang intelegible. Saat presentasi fokusku adalah menjelaskan kajianku, tak terasa waktu mengalir sampai panitia mengingatkan bahwa waktuku tinggal 2 menit lagi sehingga sedikit ku percepat. Eh… ternyata hidupku tak berakhir di presentasi. Hihi… maklum pemula.

Dua dosen penyaji kemudian menyampaikan presentasi dalam bahasa Indonesia. Eeh… ternyata boleh? Tapi aku bersyukur dapat giliran pertama sehingga memaksakan diri cas-cis-cus presentasi. Peserta dari Scotland mengapresiasi daan Prof US itu bilang kalau aku tak perlu minta maaf soal bahasa Inggrisku katanya sudah ok. Apresiasi mereka memotivasi banget. Alhamdulillah… ketemu orang-orang positif. Biar pun sempat bikin deg-degan jadi ketagihan ikut beginian lagi :).