Minggu, 08 Oktober 2017

Berbenah Juga Ternyata Ada Ilmunya

Sejak kecil hingga sekarang saya tidak rajin dalam urusan berbenah, namun saya sudah bosan dengan hidup berantakan. Meskipun demikian, seberapa lama pun saya menyisihkan waktu untuk berbenah, hasilnya tetap saja : tak pernah selesai. Rumah yang sesekali dibenahi asisten, rapinya tak pernah bertahan lama. Waktu anak masih kecil seringkali anak dijadikan alasan atas rumah yang selalu berantakan. Namun, setelah anak cukup besar, keadaan tak jauh berbeda.

Suatu hari saya berjumpa sebuah buku yang ditulis Marie Kondo berjudul “The Life-changing magic of tidyng up, Seni Beres-beres dan Metode Merapikan ala Jepang”. Saya baru tersadar bahwa berbenah pun ada ilmunya. Marie Kondo bahkan sampai membuka kelas berbenah. Tak jarang pula ia diundang sebagai konsultan untuk beres-beres.

Petualangan Marie Kondo dalam mengkaji dan memraktikan beres-beres akhirnya melahirkan sebuah metode yang dikenal dengan “Metode KonMarie”. Prinsip dasarnya adalah hanya menyimpan barang-barang yang membangkitkan kegembiraan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan barang yang satu kategori kemudian pegang satu persatu lalu rasakan chemistrynya. Jika barang yang dipegang membangkitkan kegembiraan, maka simpanlah. Akan tetapi jika tidak, enyahkanlah (bisa dibuang atau disumbangkan). Lepaslah dengan penuh keikhlasan.

Berbenah ala KonMarie sebaiknya dilaksanakan sekaligus. Mulailah beres-beres dari kategori paling mudah ke kategori lebih sulit. Urutan yang disarankan yaitu pakaian, buku, dokumen dan kertas, pernak-pernik, lalu disusul dengan barang-barang sentimental.


Ah,memangnya apa pengaruh berbenah terhadap kehidupan kita? Banyak tentunya. Dengan berbenah kita bisa menemukan passion kita sebenarnya. Berbenah juga melahirkan kebahagiaan serta kesehatan dan kebugaran fisik. Untuk lebih jelasnya, silakan baca bukunya. Tak harus selalu membeli tentunya. Buku bisa kita pinjam dari perpustakaan atau teman. Untuk teman-teman sekitar Bandung, mari saling meminjam bukuJ.

Selasa, 24 Januari 2017

Kenangan Bersama Kaliandra

Perubahan sejatinya adalah satu-satunya hal yang tak berubah di dunia ini. Semua berubah setiap waktu. Begitupun kampung halamanku. Meski demikian, tetap menyisakan keindahan. Banyak hal berubah di Lembang, Bandung Utara yang kini termasuk wilayah Kabupaten Bandung Barat. Namun tetap saja, kawasan Bandung Utara menjadi destinasi wisata baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Di tahun sembilan puluhan belum banyak objek wisata seperti sekarang yang banyaknya artifisial. Objek wisata yang terkenal saat itu dan sampai sekarang pun adalah kawah Tangkuban Perahu. Tak hanya dikenal di Jawa Barat saja melainkan juga dikenal  dunia. Halah....tahu dari mana? Ya, mengira-ngira saja, pasalnya waktu duduk di bangku SD dulu banyak rombongan "bule" yang datang ke sekolah  yang selanjutnya perjalanan akan dilanjutkan ke Tangkuban Perahu katanya. Bicara soal bule masuk sekolah, itu adalah momen yang sangat dinantikan oleh kami anak-anak SD saat itu, pasalnya jarang bertemu bule selain nonton dalam film Robin Hood. Bila bis rombongan "bule" datang, kami berhamburan keluar menyambut mereka sambil memanggil mereka dengan panggilan "Mister" tak peduli mereka laki-laki atau pun perempuan, panggilannya tetap sama "MISTER". Beberapa tahun kemudian tak pernah ada lagi rombongan "bule" datang, kabarnya sudah dilarang Departemen Pendidikan. Pupus sudah kesempatan mendapat hadiah alat tulis dari mereka.

Ya, semua telah berubah namun tidak pada Kaliandra sahabatku. Kaliandra adalah tanaman yang tumbuh di tepi tebing di salah satu areal milik BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran) yang dulu pernah bernama BALITHORT (Balai Penelitian Tanaman Holtikultura) tempat kerja almarhum bapakku. Sepekan sekali aku bersama bapak, ibu dan adik-adikku melewati tebing itu demi mengikuti kegiatan sebuah organisasi keagamaan yang di kemudian hari menjelang wafat Bapak keluar. Kadang terasa berat manakala harus berbeda dari orang lain, menempuh jarak beberapa kilometer untuk sesuatu yang tak kami mengerti saat itu. Mengapa tak naik angkot  (angkutan kota) saja? saat itu angkot belum terlalu banyak seperti sekarang ditambah lagi jarak tempuh dengan angkot lebih jauh karena harus keliling. Bagiku yang saat itu masih anak-anak, menikmati perjalanan adalah satu-satunya pilihan. Berhenti di satu-satunya warung yang kami lewati kemudian makan goreng ubi membawa kenikmatan tersendiri. Pulangnya, Bapak dengan sabar menunggui kami memetik bunga-bunga kaliandra untuk dibawa pulang. Bunga kaliandra yang telah mekar mirip rambut "bule", tinggal diikat atau dikepang sudah jadi boneka barbie kami. Sedangkan yang masih kuncup akan kami poteli kelopaknya sehingga menyerupai rambut keriting. Maka sudah siaplah kami bermain drama dengan tokoh bunga-bunga kaliandara. Tak sampai seminggu memang bunga-bunga kaliandra itu layu dan berubah warna kecoklatan, namun tak masalah karena kami bisa memetiknya lagi. 

Kaliandra menemani kami bermain di masa kecil sehingga melupakan kami untuk meminta boneka yang bisa nangis saat dotnya dilepas seperti yang dimiliki beberapa teman. Keluarga kami sangat sederhana, tak pernah secara khusus membeli mainan kecuali BP (bongkar pasang) dan sebuah boneka yang dipakai bersama kedua adikku. Boneka tersebut kami buatkan baju dari kain perca sisa jahitan ibu. Sang boneka sering menjadi salah satu tokoh dalam drama kaliandra kami. Keinginan kami untuk merengek minta mainan rasanya tak ada, mungkin permainan lompat tali, petak umpet dan beberapa permainan lainnya telah membuat kami kenyang bermain bersama teman sekampung ditambah lagi tak ada iklan di televisi plus kaliandra yang tetap menjadi sarana kami berekreasi.

Kaliandra tak hanya teman bermain, ia juga adalah saksi kenakalan masa kanak-kanak. Kegiatan yang paling kubenci saat itu adalah les Bahasa Arab. Meski saat itu bapak terikat dengan sebuah organisasi keagaaman namun guru les Bahasa Arab yang bapak panggil berasal dari luar organisasinya. Ah, saat itu aku tak peduli soal organisasi. Namun, les Bahasa Arab saat itu terasa membosankan. Bagaimana tidak, yang dipelajari adalah sharaf dan nahwu semacam grammar gitu dan biasanya Sang Guru akan meminta kami menunjukkan contohnya dalam Al-Quran. Bagiku yang saat itu duduk dibangku kelas tiga SD sungguh membuat bosan. Kalau yang dipelajari adalah percakapan, mungkin lain cerita. Namun Bapak tetap memanggil guru spesialis nahwu sharaf tersebut karena meski bapak tak bisa Bahasa Arab namun tak ingin hal itu menimpa anak-anaknya. Suatu hari, satu jam menuju kedatangan guru les aku mencari strategi agar tak ikut les. Maka, saat mengetahui ibu perlu mengantarkan sesuatu ke rumah saudara, aku menawarkan bantuan untuk mengantarkannya. Setelah meyakinkan bahwa aku bisa melakukannya, akhirnya ibu menyetujui dan mewanti-wanti untuk naik angkot saja karena sebentar lagi guru les akan datang. Dengan angkot, tak lebih dari lima belas menit aku akan sampai di rumah saudara maka masih ada waktu untuk bersiap-siap mengikuti les. Bersama adikku yang saat itu duduk di kelas dua SD aku malah sengaja berjalan menuju rumah saudara lewat "tebing kaliandra" tentunya. Berjalan dengan santai tak lebih dari satu jam akhirnya kami sampai di rumah saudara dan menyerahkan titipan ibu. Kami langsung pamit pulang dengan dibekali uang untuk ongkos dan jajan padahal uang ongkos dari ibu pun belum kami gunakan. Pulangnya, kami berjalan kembali tak lupa memetik beberapa buah bunga kaliandra. Akhirnya setelah dua jam kami tiba di rumah dengan harapan Sang Guru telah pulang karena bosan menunggu kami. Saat tiba di rumah, Bapak menyambut "Nah, ini anak-anak sudah pulang" dan disusul kata-kata mutiara dari Sang Guru " Ayo, sini! Ambil buku dan Al-Qurannya". Kalau saja Kaliandra punya mulut mungkin dia sudah menertawakanku karena seberapa pun bersusah payah menghindar aku tak bisa mengelak dari Sang Guru.

Kaliandra belum berubah, terakhir aku mengunjunginya saat liburan tahun baru 2017 untuk menunjukkan kepada anak dan para keponakan mainan orang tua mereka saat kecil, kaliandra masih tetap menghuni tepian tebing itu. Meski Gunung Puteri yang menyaksikan persahabatan kami tak selebat dulu, namun kaliandra putih itu masih seperti dulu. Calliandra tetragona tersimpan di hati selalu. Pesona tanaman Leguminosae itu ternyata mampu membius bocah-bocah cilik si anak dan keponakan untuk lupa merengek minta turun gunung main ke mall di tengah macetnya Lembang di hari libur.

Minggu, 15 Januari 2017

Sehat dengan FC Abal-abal

Sejak kecil, alhamdulillah saya relatif jarang sakit, namun memasuki bangku kuliah saya mulai punya migrain, lalu sejak 2008 pasca melahirkan ambein  menyerang ditambah lagi dengan keputihan plus tekanan darah rendah. Yang paling parah mungkin tekanan darah rendah sampai pernah hampir jatuh di tempat kerja karena lena akibat tekanan darah yang drop. Berobat ke dokter, seperti biasa diberi resep untuk mengurangi pusing plus vitamin untuk membantu meningkatkan tekanan darah. Ah, sebetulnya saya kurang suka obat, saya yakin ada yang belum beres dalam pola makan saya meski sudah diupayakan empat sehat lima sempurna. Maka, sejak tahun 2014 saya mencoba pola makan yang cukup baru bagi saya yaitu Food Combining (FC). Sebelum menjalankannya saya baca-baca dulu berbagai buku yang ditulis oleh para dokter serta praktisi food combining untuk meyakinkan diri. Ikut grup Food Combining Indonesia dan Sehat dengan Food Combining juga cukup membantu.

Inti dari pola makan ini adalah bukan sekedar apa yang kita makan melainkan bagaimana kita memakannya berdasarkan jam biologis tubuh. Pola makan yang dianjurkan dalam food combining yang saya jalankan kurang lebih seperti ini :
1. Bangun tidur minum perasan jeruk nipis (Jeniper) atau lemon (Lemper) dicampur air hangat, katanya sih untuk mengoptimalkan fungsi liver  (jurnal ilmiahnya sih belum saya cari).
2. Pagi hingga pukul 11 siang hanya makan buah manis berair dan minum air saja sehubungan pukul 04.00 sampai pukul 12.00 adalah waktunya tubuh membuang sampah sehingga jangan diperberat dengan mencerna makanan yang terlalu berat, dan lagi nutrisi dalam buah mudah diserap saat perut dalam keadaan kosong. Lapar? awal-awal sih lapar banget sampai terasa pusing tapi disiasati dengan makan buah lagi saat lapar. Setelah dua tiga hari tubuh mungkin sudah beradaptasi jadi terasa biasa saja kalau pun lapar sedikit malah terasa nikmat terlebih menurut Hiromi Sinya dalam buku The Microbe Factor kondisi demikian dapat memacu autofagi sel-sel tubuh yang rusak serta pembersihan sampah-sampah dalam tubuh jadinya kalaupun terasa sedikit lapar terasa happy aja. Kondisi tersebut juga tak lantas membuat saya lemas, boleh cek deh ke kelas saya pagi sampai jam 12.00 meski belum  ketemu nasi saya masih bisa teriak-teriak, hehe...
3. Pukul 12 waktunya makan siang, boleh milih karbohidrat plus sayuran atau protein hewani plus sayuran. Di juklak FC karbohidrat haram ketemu protein hewani. Saya sih lebih sering memilih  nasi daripada daging meski kadang kalau tergoda saya campur juga semua namun dengan porsi protein hewani yang enggak terlalu banyak. Protein hewani sebenarnya boleh dimakan sekitar  3 jam setelah karbo atau kalau mau hewani duluan tunggu 4 jam baru karbo.
4. Antara pukul 12.00 sampai 18.00 boleh ngemil asalkan diperhatikan jaraknya  seperti no 3 di atas, terus diupayakan cemilan-cemilan segar bukan berupa makanan prosesan, tidak mengandung pewarna, perasa, pengawet sintetis.
5. Makan malam paling telat pukul 20.00 lebih baik pukul 18.00 juklaknya sama dengan makan siang tapi lebih lebih disarankan bukan hewani karena akan memperberat kerja saluran cerna di malam hari.Soal waktu, saya sih tergantung jam berapa selesai masak, mau maksa jam 18.00 juga kalau belum ada makanannya bagaimana?
6. Ditutup dengan jus sayur yang katanya kayak akan enzim yang mengandung "daya hidup". Dalam FC disarankan setiap hari ada sayuran mentah yang dikonsumsi untuk menjaga pH tubuh sedikit basa. 

Enam bulan menjalankan FC, alhamdulillah gangguan-gangguan kesehatan yang saya alami menghilang, bonusnya kulit aman dari jerawat. Sampai sekarang saya masih berusaha menjalankan meskipun banyak godaan terutama kalau ada makanan yang tampak enak serta mengandung unsur hara (Hara...tis, baca: gratis) atau kalau lagi kumpul dengan teman dan keluarga, soalnya aneh aja kalau cemilannya tetiba tomat. Kalau habis pelanggaran besar-besaran (cheating membabi buta) alarm tubuh nyala berupa jerawat. Duuuh....itu jerawat munculnya gampang perginya lama apalagi bekasnya bisa berbulan-bulan tuh. Pernah akhirnya punya trik kalau cheating, malamnya olesi muka dengan tomat, alhamdulillah jerawat tak mau datang tapiiiii..... alarm lain nyala, tiba-tiba sariawan di ujung bibir bikin perih dan susah ngomong. 

Tak semua juklak FC selalu saya jalankan memang terutama jus sayur, males bikinnya harus pasang slow juicer dan nyucinya ampun deh perlu disikat segala . Makanya FC saya masih abal-abal. Tapi, selebihnya saya upayakan untuk konsisten. Belum semua juklak saya temukan jurnal ilmiahnya memang (atau enggak niat nyari?) tapi hampir tiga tahun menjalankannya terasa benar manfaatnya, mulut bisa saja bohong tapi tubuh  tak pernah bohong.

Rabu, 04 Januari 2017

Bahasa Cinta

Hal terbesar yang saya khawatirkan sebelum mengikuti CPD di Australia tahun 2014 silam adalah bahasa meski tes toefl dan wawancara alhamdulillah berhasil dilalui. Soal cuaca, saya bisa menyiapkan pakaian, soal makanan gampang saya kan penyuka segala yang penting halal. Tapi, urusan bahasa  bisa diapakan? meski belajar Bahasa Inggris sejak SD tetap saja saya enggak PD. Ditambah lagi kalau saya mencoba bicara dalam Bahasa Inggris dengan teman yang  pandai berbahasa Inggris, saya sering dapat interupsi mulai dari salah pronunciation sampe salah pemilihan vocab, bikin males ngomong lagi. Mau ngajari yang bener sih bagus, tapi please dong caranya yang enak gitu lho! Atau mungkin saya yang terlalu lebay menanggapi. Mendapat kritik itu memang pedih Jenderal! Tapi, bukankah dari kritikan kita pun bisa belajar?

Khawatir terjadi kesalahpahaman karena bahasa, saya sengaja mengirim email kepada calon host family di Australia, pakai bahasa Inggris acak-acakan gaya saya tentunya. Isinya tentang rasa terima kasih saya karena telah mau menerima saya plus ini nih yang paling pokok : saya kurang mahir berbahasa Inggris, saya guru Biologi bukan guru Bahasa Inggris. Hihi....alesan, padahal soal bidang studi tentunya dia sudah tahu lewat biodata. Sambutannya hangat, dia bilang jangan terlalu mengkhawatirkan soal bahasa. Nanti dia akan mengajari katanya. Yessss....lumayan lega, bakal dapet les gratis nih dari native speaker.

Tiba di bandara pukul 9 malam waktu setempat mata saya tertuju pada sebuah kertas bertuliskan nama saya yang dipegang oleh seorang wanita cantik usia empat puluhan. Cepat-cepat saya hampiri, dia memeluk erat sekali, seperti saudara lama yang baru bertemu kembali. Dia langsung mengajak saya ke parkiran yang katanya di sana teman prianya tengah menunggu di mobil. Sepanjang perjalanan kami mengobrol banyak hal. Pupus sudah anggapan saya bahwa bule itu gak bisa basa-basi, atau memang semua yang dia ucapkan bukan basa-basi, semua terasa meresap di hati. Hei...tunggu....sepanjang jalan tadi saya ngomong inggris dan kami saling memahami bahkan tanpa interupsi. Ini mungkin bukan bahasa Inggris tapi bahasa cinta. Perasaan bahagia bertemu orang yang mau menerima kita apa adanya.
(foto : abcmovement)
Keesokan harinya, seperti disampaikan Betty semalam saya bersama Deasy (teman satu program) akan diantar Kate (Mahasiswa pertukaran asal Amerika) untuk keliling kota, mengenal alat transportasi dan tempat-tempat yang akan kami kunjungi selama program. Gadis cantik asal Houston itu ramah sekali. Gaya bicaranya menambah anggun wajahnya meski belum mandi. Lho, kok tahu belum mandi? Ya iya lah, bangun tidur, cuci muka terus manggang roti depan saya, sarapan langsung ngajak pergi :). Obrolan dengan Kate pun berjalan lancar meski bahasa Inggris saya pas-pasan dan Kate tak bisa berbahasa Indonesia. Saat saya salah ucap atau salah vocab, dia tak langsung interupsi dia menanggapi seolah tak terjadi kesalahan kemudian dalam beberapa kalimat tanggapannya dia mengucapkan vocab yang saya salah tadi tanpa bilang "harusnya begini lho" tapi saya menulis di otak "Oooh....harusnya begitu" lagi-lagi saya belajar bahasa cinta.

Di sekolah pun saya banyak belajar termasuk bahasa. Saat seorang relief teacher nanya apakah saya guru bahasa Inggris dan tentu saja jawabannya tidak, ia berkomentar "But your English is good". Aseliiii....komentar seperti itu encouraging banget, bayangkan padahal selama ini saya sering dapat komentar negatif dari orang-orang pintar inggris! Lagi....saya yakin, ini adalah bahasa cinta yang memotivasi orang untuk terus belajar.

Suatu malam seperti biasa usai makan malam saya, Betty dan Deasy mengobrol. Entah dari mana awalnya, obrolan kemudian berujung pada kisah ibunya (Mrs. Kouts) enam puluh tahun silam tiba di Australia. Saat itu Mrs. Kouts masih lajang, kondisi kehidupannya di Yunani yang cukup memprihatinkan memotivasi dirinya untuk menyusul saudarinya ke benua Australia. Berbekal baju yang menempel di badan dan dompet dengan isi seadanya ia pergi sendiri ke Australia dengan menumpang kapal laut. Duuuh....enggak kebayang, berhari-hari tak ganti baju bagaimana rasanya? Sampai di pelabuhan ia kemudian mencari taksi tanpa berkata-kata ia akhirnya naik taksi dan menunjukkan secarik kertas bertuliskan alamat yang ia tuju. Bukan, bukan karena bisu ia tak bicara melainkan ia tak bisa bahasa inggris sama sekali. Tiba di alamat yang dituju, ia pun turun. Karena bingung harus berkata apa untuk menanyakan berapa ia harus membayar, ia kemudian membuka dompetnya dan memperlihatkannya kepada sopir dan memberi isyarat untuk mengambil uang dari dalam dompetnya dengan jumlah terserah pak sopir. Apa yang dilakukan Sang Sopir kemudian? Mengambil sebagian uang dari dalam dompet atau ambil sekalian sama dompetnya? Sang sopir malah menambahkan sejumlah dolar ke dalam dompet tersebut. Aaaah... lagi-lagi bahasa cinta. Mrs. Kouts memang tak bermaksud meminta bahkan ia ingin membayar seperti seharusnya, tapi sopir itu sepertinya paham benar bagaimana kondisi penumpangnya. 

Kepada orang-orang yang telah saya temui selama perjalanan kehidupan hingga detik ini termasuk yang suka komen negatif, terima kasih kalian telah mengajarkan BAHASA CINTA.


Minggu, 01 Januari 2017

FIRE...FIRE

Fire...Fire...
Bunyi ledakan membuat terbangun tengah malam ini
Untunglah hanya kembang api
Lalu pikiran melayang ke beberapa negeri
Dimana konflik adalah pemandangan sehari-hari
Mereka terbangun bukan karena kembang api
Tapi serangan bom yang bertubi-tubi
Ledakan yang bisa jadi
merenggut kekasih hati atau bahkan buah hati
Ledakan dari senapan di malam sepi
memaksa anak kecil tak berorangtua lagi


Fire...fire...
Suara desingan memaksa keluar rumah
Oh, ternyata kembang api saja
Tiba-tiba terpikir berapa harganya
Tidak lebih baikkah disumbangkan saja?
Kepada anak yang hampir putus sekolah
Karena orang tua yang tak lagi sanggup membiayainya

Fire...fire...
Kerlip cahaya mengudara indah
Tapi tak bisa menyaingi gemintang langit biasanya
Apakah untuk bahagia
harus membakar uang sambil hura-hura
Sudah! Sudah!
Pembakarnya mungkin telah lebih dahulu berkiprah
Memberi makan fakir miskin di sekitarnya
Membantu saudara yang terkena bencana
Menyumbang sekolah pembangun generasi muda
Mengambil anak papa menjadi anak asuhnya
Bahkan menyantuni korban perang di negara sana

Fire...Fire...
Semoga kita dijauhkan dari api pemusnah segalanya
Lembang, 01 Januari 2017