Kamis, 22 Maret 2018

FUROSHIKI

FUROSHIKI

Baru belakangan ini saya mengenal istilah "furoshiki" gara-gara follow akun "zerowaste.japan". Nah,  furoshiki ini adalah selembar kain, menurut saya sih mirip sapu tangan hanya saja lebih lebar. Furoshiki ini biasa digunakan sebagai pembungkus bekal atau bento. Sebagian orang kadang menggunakannya sebagai syal maupun pembungkus hadiah. Hmm... multifungsi ya?

Kalau diingat-ingat, dahulu orang Sunda juga sering menggunakan kain sebagai pembungkus yang dikenal dengan "gembolan". Sarung, taplak, serbet atau sapu tangan bisa dijadikan gembolan. Sayangnya, sekarang sudah relatif jarang digunakan. Kantung plastik sekali pakai lebih banyak dipilih karena alasan kepraktisan, padahal proses yang terjadi setelah kantung plastik menjadi sampah sungguh jauh dari kata praktis.

Oya, saya mencoba memakai furoshiki ala Indonesia. Saya membalut bekal buah dengan serbet yang saya buat dari kain perca. Asyik juga ternyata, tinggal ikat lalu masukkan ke dalam tas. Saat isinya habis kain tadi tinggal dilipat, dimasukkan ke dalam tas dan bisa dipakai ulang. Bagi saya,  bahagia itu sederhana, bisa mengurangi sampah meski sedikit saja.

Menurut seorang seorang teman, furoshiki bervariasi harganya, mulai dari 15 ribu jika dirupiahkan, hingga ratusan ribu rupiah. Jika ingin menggunakan furoshiki untuk keperluan membungkus tak harus merogoh kocek sebenarnya, asal kita mau menjahit. Kainnya bisa minta kain perca dari penjahit atau gunakan saja pakaian lama tak terpakai seperti kerudung lama misalnya. Dengan menggunakan kain perca atau baju tak terpakai kita turut mengurangi produksi sampah tentunya.

#JourneyToZeroWaste
#kabolmenulis
#day9

Rabu, 21 Maret 2018

BANJIR LOKAL

Usai menyelesaikan beberapa urusan sepulang sekolah aku bergegas menuju rumah untuk menyimpan beberapa barang. Rencananya akan kembali ke sekolah merampungkan beberapa pekerjaan.

Akhirnya kuputuskan untuk ngobrol bersama Si  Anak semata wayang sambil makan di dapur karena tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya.  Baru satu suap,  terasa ada yang mengalir membasahi kaki. Airnya bening bersih tapi makin lama makin banyak. Dengan HP yang hampir mati kuhubungi suami agar segera pulang. Dalam kondisi remang-remang karena listrik mati, kudorong air keluar dengan peralatan seadanya karena jalur datangnya air dari kamar mandi tak bisa kubendung. Air terus mengalir tanpa peduli kelelahanku sementara suami dan anakku berusaha mencari penyebab meluapnya saluran kamar mandi.

Setengah jam berlalu, penyebab masih belum ditemukan. Alhamdulillah hujan mulai reda, air mulai surut tinggal bersih-bersih, mengeringkan lantai dan barang-barang yang basah karena banjir lokal. Untunglah Bukan banjir lumpur.

Tinggal di dataran tinggi lalu merasa aman dari banjir?  Ah,  belum tentu. Ujian bisa datang kepada siapa saja,  kapan saja,  di mana saja.

#kabolmenulis
#day6
(dipos Di FB)

Senin, 19 Maret 2018

Tak Maksud Buang Sembarangan

TAK MAKSUD BUANG SEMBARANGAN

Seorang sopir angkot bercerita saat saya menumpang angkotnya. Di sebuah tempat di tepi jalan raya sampah menggunung akibat ulah orang-orang tak bertanggung jawab. Maka beberapa orang anggota Brimob turun bersama warga sekitar termasuk Pak sopir angkot.

Beberapa puluh meter dari lokasi seorang perempuan yang menumpang ojek melempar sekantung plastik besar sampah. Tak lain dan tak bukan wanita tersebut adalah isteri salah seorang anggota Brimob yang tengah bersih-bersih. Pak sopir hanya tersenyum melihat kejadian tersebut.

"Lucu Bu. Suaminya bersih-bersih, Eh istrinya sendiri yang mengotori" seloroh Pak Sopir sambil tertawa renyah. Saya lantas berpikir,  secara tak langsung berarti Si Bapak anggota Brimob ikut buang sampah di tepi jalan. Si Bapak mungkin tak bermaksud demikian. Ia mungkin telah dengan benar membuang sampah pada tempatnya di rumah. Akan tetapi,  perjalanan sampah setelah itu luput dari perhatiannya.

Saya jadi membayangkan, jangan-jangan sampah yang mengotori sungai dan laut serta membahayakan biota di dalamnya,  diantaranya ada sampah saya. Saya mungkin tak sengaja membuangnya ke sana.

Demi mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, saya mengompos sampah organik di rumah. Selain itu upaya pengurangan produksi sampah dengan cara membawa rangtang atau misting saat jajan,  membawa tas belanja pakai ulang atau membawa bekal minum selalu terus diupayakan. Meski demikian rumah saya masih memproduksi sampah meski tak sebanyak dulu. Ada usulan meminimalisasi sampah?

#RethinkReduceReuseRecycle
#JourneyToZeroWaste
#SekecilApapunUpayaPastiAdaImpactnya

Untuk Sebuah Foto

Sore itu aku meminta Betty berfoto bersama di ruang keluarga untuk kenang-kenangan saat pulang ke tanah air. Sayang,  ia menolak dengan alasan malu karena kondisi rumah berantakan menurutnya. Padahal rumahnya jauh lebih rapi dari rumahku. "Nurul,  I promise we'll take a picture tomorrow" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Ah, aku memang tak bisa menyamakannya dengan teman-temanku yang hobi selfie.

Keesokan harinya sepulang sekolah, Betty bercerita bahwa ada yang masuk ke kamarku. Kamarku memang tak pernah dikunci. Tapi aku tak perlu khawatir karena yang masuk adalah petugas kebersihan yang ia sewa. Bagiku kondisi rumah tidak terlalu berbeda, masih seperti biasa, bersih dan rapi.  Tapi bagi perempuan berambut pirang itu, jasa petugas kebersihan telah membuatnya PD untuk berfoto.

Usai makan malam kami pun berfoto di ruang keluarga. Saat itu ada aku, Desi (rekan guru asal Ciamis), Betty (pemilik rumah) beserta anak keduanya, Kate (mahasiswi pertukaran asal Amerika) bersama temannya asal Argentina serta Kodai (siswa pertukaran asal Jepang). Sementara dokter gigi gagah teman Betty bertindak sebagai fotografer. Ia tak pernah mau diajak berfoto.

Ah, demi sebuah foto Betty sampai mendatangkan petugas kebersihan khusus. Betapa berfoto adalah sebuah momen khusus. Saat itu South Australia sedang winter. Longjhon,  baju plus jaket kadang tak cukup untuk melawan dingin. Tapi,  di dalam rumah pemilik salon organik tersebut sungguh hati ini terasa hangat.

Dimana foto itu sekarang? Ada di dalam laptop tentunya. Aku tak berani mengunggahnya tanpa seizinnya. Bukankah dulu aku bilang, ini untuk kenang-kenangan? Kalaupun minta izin,  inginnya bicara alias ketemu langsung. Hihi... Semoga saja ada rejeki ketemu lagi.

#Kabolmenulis
#Day5

Jumat, 16 Maret 2018

VIDEO "ITU"

VIDEO "ITU"

Sore tadi saya tercekat melihat kiriman video di salah satu grup. Dalam video tersebut nampak jelas seorang anak tengah menonton video tak layak. Wajah Si Anak tampak jelas. Di sampingnya Sang Ibu duduk tenang, sepertinya mereka tengah menunggu antrian entah Rumah Sakit atau apa.

Tak berpikir panjang, saya langsung hapus video tersebut, khawatir terklik oleh anak saya jika ia meminjam HP.  Sesekali anak saya suka meminjam HP untuk sekedar bermain game "where is my water" atau menonton "Upin Ipin". HP saya juga tidak dipassword. Saya khawatir bila tak sengaja anak saya mengklik video tersebut lalu menanyakan "Anak dalam video tersebut sedang nonton apa? ". Saya tak punya jawaban. Membiarkan video berdurasi satu menit itu dalam HP, bagi saya sama saja dengan menyimpan video tak layak yang ditonton Sang Anak.

Video tersebut bisa jadi viral. Maksudnya mungkin untuk mengingatkan para orangtua agar tidak begitu saja memberikan HP kepada anak serta selalu mengawasinya. Namun,  tak bisa dibayangkan saat video tersebut viral Dan sampai pada orang-orang yang mengenal ibu dan anak tersebut. Ibu dan anak tersebut mungkin akan malu atau menjadi bahan gunjingan (semoga saja tidak). Padahal bisa jadi Si Anak tak sengaja mengklik, Si Ibu juga mungkin tak sengaja menyimpan. Bisa jadi video yang ditonton Si Anak adalah kiriman yang Si Ibu sendiri mungkin belum melihatnya.

Mengabadikan kejadian dalam bentuk foto atau video, saat ini cukup mudah dilakukan. Dalam hal mengunggah video atau foto, mungkin tujuannya baik namun perlu diperhatikan privasi orang. Perlu dipikirkan dampak yang akan timbul setelah video/foto diunggah baik bagi tokoh dalam video maupun orang yang menerima video/foto. Apa tidak lebih baik jika wajah Si Anak dan ibunya diblur? Atau mungkin dibuat narasi saja?

#Kabolmenulis
#Day4
(Dipos di FB)