Kang
Bahar, sesosok pria berumur yang datar namun disegani para preman tetapi juga
sangat mencintai dan dicintai keluarganya. Sosok Kang Bahar dalam sinetron
“Preman Pensiun”membuat pandangan saya tentang preman berubah. Para preman
ternyata memiliki kehidupan yang sama dengan kita pada umumnya, senang ketika
mendapat kebahagiaan, sedih ketika ditimpa kesusahan. Ya, mereka adalah manusia
juga bahkan ada diantara mereka yang cenderung memperjuangkan kebaikan,
“preman” adalah sebutan yang disematkan kepada mereka oleh lingkungan di sekitarnya. Yang saya suka
dari Kang Bahar adalah dia memiliki power dan sering kali mengarahkan anak
buahnya terhadap kebaikan, misalnya saja ketika dia berhenti dari “bisnis”nya
dia mewariskan batu akik kepada penggantinya Kang Mus sambil mengatakan bahwa
itu hanyalah cincin tidak memberi kekuatan apa pun secara tersirat dia ingin
mencegah anak buahnya dari kemusyrikan. Gaya Kang Mus anak buah Kang Bahar juga
saya suka, walaupun orang sering mengganggap dia adalah preman dia malah
bertindak membasmi terror dari Jamal preman suruhan pengusaha untuk memaksa
warga menjual tanahnya.
Para preman di bawah asuhan Kang Bahar sangat lekat dengan
Pasar. Hal ini yang membuat saya berpikir dimana ada pasar di situ ada preman
meskipun rasanya saya belum pernah bertemu preman di pasar. Sulit memang
mengidentifikasi tampilan preman itu seperti apa, rambut gondrong, beranting,
bertato? atau rambut rapi, berjas dan berdasi? Yang jelas, ada atau tidak ada
preman di dalamnya pasar adalah tempat yang sering sekali saya kunjungi untuk membeli buah-buahan, sayuran dan ikan.
Hari itu kamis, malam jum’at 14 Mei 2015, sekitar pukul
21.05 rasa kantuk menghinggapi namun entah kenapa saya ingin sekali menengok
HP. Terlihat ada notifikasi dari salah satu grup WA, saya buka ternyata salah
seorang teman yang ayahnya berjualan di pasar mengabarkan bahwa Pasar Lembang
terbakar, api berkobar dekat jongko ayahnya. Tidak jelas dari mana sumber
apinya, yang jelas api melahap seluruh bagian pasar dan baru bisa padam sekitar
pukul 5 pagi. Mengapa tidak tersedia tabung pemadam di setiap jongko yang
minimal bisa memadamkan api saat api masih kecil? Tidak adakah patroli semacam
ronda setiap malamnya di pasar? Ini adalah
PR pemerintah, pengembang dan para pedagang untuk memperhatikan keselamatan dan keamanan
pasar ke depan.
![]() | |
Suasana Kebakaran Pasar Lembang (Sumber : Akun FB Arni, anak seorang pedagang) |
Saat mendengar bahwa sumber api tak hanya dari satu titik
membuat saya berprasangka, “jangan-jangan ada dalang di balik semua ini”
terlebih lagi sebelum kebakaran memang tersiar kabar bahwa para pedagang
diminta untuk mau direlokasi ke tempat lain namun mereka menolak. Kecurigaan
bertambah besar saat beberapa sahabat yang melihat langsung ke dalam pasar saat
ingin menyelamatkan bebarapa barang yang masih mungkin bisa selamat melihat api menjalar dari lantai keramik. Saya
benar-benar gagal paham, bagaimana mungkin keramik bisa menghantarkan api
layaknya bahan bakar. Tiba-tiba terbayang dalam benak saya sosok Kang Bahar,
“Ah, jangan-jangan ada preman suruhan”. Andai saja Kang Bahar itu sosok yang
nyata mungkin dia bisa diminta untuk menyelidiki adakah preman yang terlibat?
Tapi Kang Bahar adalah sosok imajinatif dan kemudian pada pagi hari baru saya
tahu bahwa Didi Petet, pemeran Kang Bahar dipanggil Sang Khalik.
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa’afihi wa’fu,anhu.
Jum’at pagi 15 Mei 2015 asap masih mengepul dari bangunan
pasar yang terbakar, polisi, tim pemadam kebakaran, wartawan dari TV local dan
nasional, masyarakat memenuhi badan jalan di depan pasar. Ada pula anggota DPRD
yang tengah meninjau. Belum jelas apa penyebab kebakaran, tentunya korsleting
listrik adalah tersangka yang hanya bisa diam saat dituduh. Saya membayangkan,
bagaimana kalau ada tim CSI seperti di film datang memeriksa, dengan peralatan
dan kompetensi yang mereka miliki….ah, rupa-rupanya saya terlalu terpengaruh
film. Ini adalah dunia nyata, berbeda dengan film meskipun film bisa jadi
terinspirasi dari dunia nyata atau ada orang di dunia nyata yang terinspirasi
film.
Sebagian pedagang bisa menyelamatkan barang dagangan mereka
namun tak sedikit yang kehilangan semua. Saat evakuasi barang masih saja ada
orang yang menyelamatkan barang orang lain untuk dirinya. Kok tega ya? Terlepas
ada faktor atau kesengajaan atau tidak di dalamnya, semoga para korban mendapat
pahala di sisi Allah dan pengganti yang lebih baik.
Kebakaran memang bisa menghabiskan barang dagangan, namun
jiwa dagang takkan pernah hangus. Dua hari pasca kebakaran para pedagang mulai
kembali berdagang di tempat darurat. Namun, sekali lagi ada hal yang membuat
saya kembali teringat pada Kang Bahar. Para pedagang menandai lapak di jalan
yang sementara ditutup, tidak ada yang secara khusus mengatur (atau saya yang
tidak tahu?), mereka masing-masing menandai sendiri. Adalah seorang teman yang
menandai lapak dengan meja lengkap dengan sayuran untuk Sang Ibu yang biasa
berjualan di pasar. Tak lama kemudian Sang Ibu menangis karena mejanya sudah
ada yang memindahkan, ada orang lain yang kemudian menempatinya. Duh, pantaskah
hukum rimba berlaku pada manusia, siapa kuat dia menang. Saat sang anak datang,
karena emosi dia memukul perebut lapak
yang nampaknya dalam keadaan mabuk. Dia mengatakan bahwa dia hanya
suruhan untuk mencari lapak berdagang. Lalu juragan mana yang menyuruhnya?
Entahlah…… Pasar dan Kang Bahar adalah
dua hal yang senantiasa berdampingan setidaknya dalam pikiran saya.
![]() |
Suasana Pasca Kebakaran (Dokumen Pribadi) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar