Beberapa waktu yang lalu sebelum
berangkat bekerja, pagi-pagi si kecil yang baru berusia tiga tahun minta
ditemani nonton film-film koleksinya. Awalnya tak begitu saya perhatikan karena
focus saya agak terbagi dengan persiapan berangkat. Lama-lama saya tertarik
juga dengan film tersebut, bukan soal film birunya (kebetulan cover CDnya
berwarna biru, hehe…J)
tapi soal isinya. By the way, saya
sebut saja film tersebut “film biru” saja mengingat anak saya kerap
memanggilnya begitu karena belum lancar membaca ia sering menyebut sesuatu
berdasarkan warna atau gambarnya.
"Film biru" itu berkisah tentang
salah seorang tokoh dunia yaitu Christopher Columbus. Terlepas dari masalah
kontroversialnya penyebutan Columbus sebagai penemu benua Amerika, ada
pelajaran berharga yang dapat diambil dari perjalanan hidup seorang Columbus.
Columbus yang lahir di Genoa, Itali, tahun 1451 memiliki keinginan untuk
berlayar sejak kecil. Sejak kecil ia memiliki komitmen untuk belayar. Ya, tidak
sekedar ingin (meminjam istilahnya Pak Samsul Arifin) tapi komitmen.
Komitmennya itu ia buktikan dengan seringnya pergi pelabuhan dan mencuri-curi
kesempatan untuk menyentuh kemudi perahu. Sehingga tak jarang ia dimasukkan ke
dalam karung oleh orang pelabuhan kemudian diantarkan ke rumahya agar tak
kembali ke kapal. Namun, kejadian-kejadian tersebut tak mengurungkan tekadnya
untuk berlayar.
Menginjak usia dewasa, tekadnya
untuk mengarungi lautan semakin besar. Ia bertekad untuk berlayar ke Asia Timur
dengan cara berlayar ke arah barat melintasi Samudra Atlantik. Sebuah cara yang
tidak lazim saat itu. Banyak orang yang mencemoohnya, bahkan ketika dia meminta
bantuan salah seorang pelayar dia malah ditendang dari pintu rumah sang
pelayar. Salah seorang sahabatnya Galileo Galilei bahkan bersedih ketika
melihat perlakuan yang dtitimpakan kepada sahabatnya tersebut dan mengatakan “
Sudah kubilang, orang-orang akan memperlakukanmu begini. Sudahlah urungkan
niatmu!”. Dengan tenang Columbus menjawab, “O ya? Tapi bagiku itu bukanlah
masalah.” Seraya pergi dengan entengnya.
Menyadari pelayaran yang ia
rencanakan membutuhkan biaya yang besar, maka Columbus membujuk Ratu Isabella
untuk membantunya. Ratu Isabella kemudian memerintahkan cendikiawan istana
untuk menelitinya. Columbus terus mendesak, sementara Sang cendikiawan
bersikeras bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin, bahkan ia mengatakan “
Hanya orang yang tidak punya otak saja yang berencana demikian”. Sang Ratu
nampaknya mendukung Columbus dengan perkataannya, “Kau katakana Columbus tidak
punya otak? Dan Kau tidak punya mimpi!”
Singkat cerita akhirnya Columbus
dapat berlayar ke Barat dan mendarat di Amerika. Film biru tadi member
pelajaran bagi kita “ Betapa dahsyatnya
mimpi yang tak sekedar keinginan, namun komitmen”.
(Pernah diposkan pada blog yang telah kena suspend 4 tahun lalu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar