Sabtu, 19 April 2014

Mencari Alamat

Seorang wanita berumur duduk di pojok ketika aku memasuki angkot yang tengah ngetem menunggu penumpang. Aku duduk tepat  di depannya. Ku balas senyumnya yang mengembang di tengah garis-garis tak terhitung di wajahnya. Perkiraanku usianya sudah di atas tujuh puluh tahun. 
"Neng mau kemana?" tanyanya membuka pembicaraan.
"Saya mau ke pulang, ke Lembang Bu. Ibu mau kemana?" aku balik bertanya.
"Ma dari Pasir Langu nyari anak Ma" rasanya jawabannya gak nyambung dengan pertanyaan tapi wow....dari Pasir langu di usia serenta itu? asal tahu saja jalan ke daerah itu bisa bikin sport jantung plus ga ada angkot kesana, kalau gak bawa kendaraan sendiri ya paling naik ojek.
"Nyari anak? memang anak Ma tinggal dimana?" aku melanjutkan pertanyaan.
"Sebetulnya yang lagi Ma cari bukan anak tapi keponakan, tapi dia sayang sekali sama Ma jadi rasanya seperti anak. Dulu dia tinggal di Pasir Langu tapi sekarang kata orang sudah pindah ke Cirateun Pentas. Katanya sih turun di Dorado (mungkin maksudnya Eldorado) terus naik ojek ke atas. Tadinya Ma bawa uang sepuluh ribu, dipake ongkos jadi tinggal dua ribu. Cukup ga ya? mungkin nanti dari Dorado Ma harus jalan" ucapnya sambil menggenggam uang dua ribu di tangannya. Kalau dihitung-hitung sih uang dua ribu tentu tak akan cukup dari terminal ke Lembang saja sudah lima ribu, dari Lembang ke Eldorado empat ribu, belum lagi ojek.
"Sudah Ma, gak usah dipikirkan. Biar ongkos dari saya. Ma kok pergi sendiri? memangnya rumah Ma dimana?"
"Ma tinggal di Raja Mandala."
"Raja Mandala Ciamis?" tanyaku spontan karena rasanya nama Raja Mandala lekat sekali dengan Ciamis
"Bukan Neng? itu deket Padalarang?"
"Oh......" aku pura-pura mengerti
"Terus kenapa Ma pergi sendiri? ga ada yang antar?" 
"ga ada" jawabnya pendek
"Ma ga punya anak? " lama-lama aku kayak polisi yang lagi interogasi
"Punya sih.....tapi dia ga sayang" suaranya terhenti, ia terisak kemudian menyeka air mata dengan bajunya. Ah, aku jadi merasa bersalah mengungkit kesedihannya. Tapi aku jadi teringat diri sendiri sudahkah aku berbakti pada orang tua? wajah Mama dan almarhum ayah berkelebat dalam pikiranku. Aku bertekad akan segera telfon mama sesampainya di rumah.
Ia kemudian menceritakan beberapa sikap anak dan menantunya yang menyakitkan baginya. Ah, aku jadi speechless, aku terdiam berusaha mendengarkan.
"Sebenarnya Ma masih punya anak satu lagi, tapi rumahnya jauh. Di Raja Mandala teh Ma mengembara bersama suami, Ma dari Banten, kini orang yang Ma ikuti (suami) sudah meninggal. Ada lagi sih........" tiba-tiba dia berhenti berbicara saat beberapa penumpang lain memasuki angkot yang kami tumpangi. Kami kemudian saling melempar senyum. Entahlah, aku merasa seperti telah mengenal beliau, aku merasa dekat. Kalau nenekku masih hidup mungkin usianya tak jauh dengan beliau.

Tak seperti biasanya, setelah beberapa menit ngetem di terminal angkot yang kami tumpangi penuh. Sepanjang perjalanan, wanita tua itu diam, matanya seperti tengah menerawang jauh. Aku bertekad untuk mengantar beliau ke tempat angkot berikutnya meski artinya aku berhenti sebelum tempat biasanya dan harus menyebrang tiga kali. Ya, menyebrangi jalan, aktivitas yang sedikit menakutkan setelah kejadian tertabrak motor yang tiba-tiba muncul saat menyebrang beberapa tahun lalu.

Sepanjang perjalanan aku mengucap Allahummag firlahu, warhamhu, wa 'afihi wa'fuanhu dan do'a untuk kedua orang tua dalam hati.

Ketika angkot yang kutumpangi hampir tiba di pertigaan tempat angkot yang akan melewati Eldorado mangkal, aku minta Pak Sopir berhenti.
"Ma, ayo turun disini bareng sama saya. Tasnya biar saya yang bawa. " tas jinjing warna hitamnya sulit disebut hitam. Risletingnya mungkin sudah rusak sehingga di ganti sebuah penitik di tengah, karena itu aku bisa melihat jelas isi tas itu adalah pakaian.   

Angkot telah berlalu, kami bersiap menyebrang, kupegang tangan Ma dengan tangan kiri, tas Ma dengan tangan kanan sementara tasku menggntung di pundak kanan. Alhamdulillah, tak seperti biasanya hari ini aku hanya membawa sedikit bawaan ke sekolah. " Ini bukan kebetulan, ini adalah rencana-Nya" pikirku. Aku tengok kanan, tengok kiri dengan jantung berdegup kencang. Alhamdulillah, lagi-lagi tak biasanya ada polisi di pertigaan. Kami berhasil menyebrang dengan bantuan polisi. 

Tempat mangkal angkot ternyata kosong, pasti karena ada polisi. Tempat itu memang bukan tempat legal untuk mangkal angkot. Kurang dari satu menit angkot yang ditunggu tiba. Aku titip Ma ke Pak Sopir agar menurunkannya di Eldorado. Ma kutuntun naik angkot sambil kuselipkan uang sekadarnya untuk ongkos ojek, "Ma, nanti Pak Sopir akan berhenti di Eldorado, nanti disana Ma naik angkot ya!"

Aku berada di luar sementara Ma masih menggenggam tanganku, "Kalau Neng mau kemana?" suaranya lirih. "Saya mau pulang, mudah-mudahan alamat yang Ma cari ketemu ya!" Pak Sopir memberi tanda bahwa angkot akan segera berangkat. Setelah angkot krem itu tak terlihat aku menyebrang dengan bantuan polisi lagi. Oh, terima kasih Pak Polisi.

Angkot yang bisa mengantarku pulang cukup lama tak muncul. Aku berdiri di tepi jalan sementara  genggaman erat tangan Ma masih terasa meski bahkan kami belum saling mengenal nama. Aku jadi menyesal, "Kenapa aku tinggalkan Ma sendiri? Kenapa  gak aku antar sampai alamat yang dia tuju?" Ah, sudahlah, sudah terlambat. Semoga ia bisa temukan alamat yang dicarinya.

Kamis, 29 Agustus 2013

Kalau Anak-anak Ngobrol

Yang ini khusus untuk para orang tua tapi calon orang tua juga boleh baca :)
Bapak, Ibu, Papa, Mama, Ayah, Bunda, Ummi, Abi, Abah, Ambu, pernah menceritakan kelakuan anak kepada teman, saudara atau tetangga saat ngobrol? Biasanya apa yang kita ceritakan? Kalau saya sih biasanya kelakuan anak yang kadang membuat bangga, senyum, tertawa, marah, menangis, malu atau pun berpikir keras.
Mari kita merenung sejenak! Jika anak-anak kita tengah berkumpul dengan teman-temannya kira-kira mereka suka membahas kita ga ya? Apa yang mereka ceritakan tentang kita? Ya, mungkin yang saat itu paling berkesan bagi mereka.
Suatu ketika anak saya tengah bermain di rumah bersama salah seorang temannya. Karena saat itu waktunya makan siang saya menawari anak saya dan temannya makan. Anak saya mengangguk tapi temannya menolak dengan alasan sudah. Jadilah anak saya makan ditemani kawannya di sebelahnya yang tengah memainkan beberapa mainan. Wah....anak-anak juga ternyata bisa ngobrol lho. Ini isi obrolan mereka :
Anak saya : "Eh, bener kamu udah makan? Sama apa?"
Temannya : "Iya, udah. Sama Mi. Kamu makan sama apa?"
Anak saya : " Sama kere (dendeng) sapi"
Temannya : " Mana coba lihat!"
Anak saya : "Nih, ini buatan bunda aku tahu!"
Temannya : "Oh, ibu kamu suka masak ya? Ibu aku mah ga suka masak"
Anak saya : "Terus ibu kamu sukanya apa?"
Temannya : "Ibu aku mah sukanya marah"
Astaghfirullah, ini benar-benar jadi teguran untuk saya. Sekecil apa pun perbuatan kita terekam jelas dalam ingatan anak kita. Anak saya menganggap saya memasak meskipun saya hanya menggoreng saja dendeng siap goreng yang saya beli. Ah, jadi ingat kalau saya sering juga marah, tidak sabar pada anak. Hal itu mungkin pula terekam dalam ingatannya. Kalau anak bercerita kepada orang saja bisa jadi malu apa lagi jika nanti Sang Khalik yang bertanya. Mari berupaya untuk selalu membenahi diri (aslinya ini nasehat untuk diri saya)

Rabu, 28 Agustus 2013

Hati-hati dengan Publisher Jurnal

Paling asyik buat cari pengetahuan, perkembangan keilmuan yang baru itu dari jurnal apalagi kalau bisa mendapatkannya dengan gratis (hehe...). Semakin berkembangnya teknologi informasi membuat akses terhadap jurnal - jurnal daring (online) semakin mudah. Dibalik kemudahan ini terdapat hal yang harus diwaspadai. Sebaiknya kita tidak menelan mentah-mentah manuskrip yang diberi merek "journal" karena ternyata tidak sedikit publisher yang bukannya mengedapankan ilmu tapi malah bisnis semata. 
Jeffrey Beall, seorang Librarian di University of Colorado Denver mencatat lebih dari 225 publisher yang ia sebut sebagai predatory publisher. Mau tahu publisher mana saja? Silakan cek di sini ya ! :)

Selasa, 27 Agustus 2013

PRAKTIKUM PENGAMATAN SEL HEWAN DAN SEL TUMBUHAN

A.      TUJUAN
1.       Mengamati sel tumbuhan
2.       Mengamati sel hewan
B.      ALAT DAN BAHAN

·         Mikroskop
·         Kaca Objek
·         Kaca Penutup
·         Cotton bud
·         Tusuk gigi
·         Silet
·         Bawang merah
·         Daun Rhoeo discolor
·         Usus ayam
·         Sellotip
·         Akuades

C.      CARA KERJA
a.       Pengamatan sel tumbuhan
1.       Kupas kulit terluar bawang merah
2.       Sayat secara membujur permukaan epidermis bawang merah
3.       Tempatkan pada kaca objek yang telah ditetesi air
4.       Tutup dengan kaca penutup
5.       Lihat dibawah mikroskop
6.       Gambar hasil pengamatan dan beri nama bagian-bagian sel yang dapat terlihat!
7.       Sayat secara membujur permukaan abaksial daun Rhoeo discolor (yang berwarna ungu) lanjutkan dengan langkah 3,4 dan 5
b.      Pengamatan sel hewan
1.       Kerok perlahan dan sedikit saja jaringan epithelium pada usus menggunakan cotton bud atau tusuk gigi
2.       Oleskan jaringan epithelium tersebut pada kaca objek
3.       Warnai dengan menambahkan setetes metilen blue lalu tutup dengan kaca penutup
4.       Amati objek dibawah mikroskop dan gambarkan hasil pengamatanmu
5.       Beri nama bagian-bagian sel yang dapat terlihat
6.       Cuci pergelangan tangan samapai bersih, tempelkan 2 cm sellotip kemudian tekan-tekan hingga menempel
7.       Lepaskan sellotip dari pergelangan tangan kemudian tempelkan pada kaca objek kemudian lakukan langkah 4 dan 5

Senin, 26 Agustus 2013

Dari Lingkungan Hidupnya Anak Belajar

Jadi orang tua atau orang yang dekat dengan anak-anak memang harus hati-hati. Sore ini baru tersadar bahwa di belakang buku penghubung anakku ada tulisan yang harus diperhatikan orang tua, langsung copas aja ya....

Dari Lingkungan Hidupnya Anak Belajar

Jika anak banyak dicela,
ia akan terbiasa menyalahkan

Jika anak banyak dimusuhi,
ia akan terbiasa menentang

Jika anak dikelilingi olok-olok,
ia akan terbiasa menjadi pemalu

Jika anak dihantui ketakutan, 
ia akan terbiasa merasa cemas

Jika anak serba dimengerti
ia akan terbiasa menjadi penyabar

Jika anak banyak diberi dorongan,
ia akan terbiasa percaya diri

Jika anak diterima oleh lingkungannya
ia akan terbiasa menyayangi

Jika anak diperlakukan dengan jujur,
ia akan terbiasa melihat kebenaran

Jika anak diperlakukan dengan adil,
ia akan terbiasa melihat keadilan

(Dorothi Low Noite, Children Learn What They Live)

Minggu, 25 Agustus 2013

Sebuah Awal

Bismillah..... hari ini mulai lagi belajar nulis setelah sebelumnya sempat juga nulis online melalui web gurubio.com tapi setelah dua tahun tak terpelihara akhirnya web menghilang lupa ga diperpanjang. Mudah-mudahan bisa istiqomah belajar nulis ^.^

Sabtu, 09 Februari 2013

Dahsyatnya Sugesti

Sepekan yang lalu jagoan saya (4 tahun) bermain dengan Raka (6 tahun) saudara yang sedang liburan di rumah. Saat itu dia melihat Raka meminum larutan A*** (tiiiiit.....maaf sensor, bukan iklan) karena saat itu bibirnya kurang nyaman karena panas dalam kata ibunya. Berselang dua hari setelah kepulangan Raka, jagoanku mengeluh kalau bibirnya terasa sakit, "Gara-gara kurang minum Bunda" katanya. Mungkin karena asyiknya bermain di rumah neneknya sehingga dia lupa minum. "Makanya, kalau lagi main tetep harus inget minum dong" seru saya.
Keesokan harinya bangun tidur dia mengeluh lagi kalau bibirnya sakit. "Ya sudah, banyakin minum aja nanti juga sembuh kok" ucap saya. "Bukan Bunda, tapi harus minum A****" jawabnya. Lho kok? saya jadi ingat dua hari sebelum itu.....Yup, anak belajar dari lingkungan. " Iya, nanti boleh minum itu kalo sudah makan" saran saya.
Usai makan saya segera membuatkan minuman yang dia minta dan dia segera meminumnya. Dahsyatnya, baru dia meminumnya satu teguk dia sudah berteriak, "Bundaa.....bibir aku sembuh". Haaah, kayak sulap saja, "sim salabim". Kemungkinan karena sejak beberapa hari dia sudah menset diri kalau sakit bibir minum A*** maka bisa sembuh. Ternyata sugesti memang dahsyat. So....untuk para bunda, anak-anak bunda, sugestikan hanya yang positif saja pada diri dan lingkungan kita.
Salam positif!