Sabtu, 10 Februari 2018

Pembalut kain, Kenapa Enggak?


Beberapa tahun lalu, sempat tersiar kabar bahwa pembalut-pembalut tertentu mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Hal tersebut tidak menyebabkan saya berhenti menggunakan pembalut di masa haid karena alasan kepraktisan. Saya tetap pakai pembalut hanya saja agak pilih-pilih merek yang katanya aman. Merek pembalut apa pun yang saya gunakan, di akhir masa haid tetap saja saya mengalami lecet pada selangkangan. Segala jenis merek, mulai dari yang murah sampai mahal sudah dicoba, hasilnya tetap saja. Akhirnya saya terima nasib lecet di akhir periode haid, toh dua tiga hari kemudian biasanya sembuh sendiri.

Tahun 2009, saya mulai berproses menjalankan gaya hidup zero waste. Saya melakukannya secara bertahap. Saya kemudian berpikir bahwa setiap bulan saya pasti nyampah bisa sekitar 30-50 pembalut. Kalau buang air, pasti saya ganti pembalut. Dalam pembalut selain komponen biodegradable ada juga komponen plastiknya susah diuraikan dan tentunya meracuni lingkungan. Belum lagi plastik pembungkusnya. Mantap sudah kedzaliman saya pada lingkungan. Di situ hati saya galau.

Saya kemudian mencari alternatif untuk berupaya menekan jumlah sampah saat haid. Zero waster di negara-negara barat banyak yang menggunakan menstrual cup, semacam cup kecil berbahan silikon yang diselipkan ke dalam vagina untuk menampung darah haid. Katanya sih mudah dibersihkan, tapi saya kok enggak berani pakai, membayangkannya saja ngeri.
Alternatif lain yang mungkin adalah menggunakan pembalut kain. Yang ini agak kontroversi juga. Ada kekhawatiran bagaimana kalau mencucinya enggak bersih dan sebagainya. Meski demikian, bagi saya ini adalah sebuah alternatif yang paling mungkin. Singkat cerita, mulailah saya mix menggunakan pembalut sekali pakai seperti biasa dan pembalut kain. Pembalut kain hanya dipakai saat berada di rumah saja. Beberapa tahun seperti itu, paling tidak saya bisa menekan separuh jumlah sampah saat haid. 

Ingin berupaya terus menuju zero waste, saya kemudian memutuskan untuk full menggunakan pembalut kain sejak tahun kemarin. Tadinya sih saya khawatir bagaimana memperlakukan pembalut bekas pakai saat di luar rumah. Ternyata masih bisa diatasi dengan menyimpannya pada tas kecil anti bocor. Meski sebenarnya pembalut tadi tak pernah bocor. Kain yang digunakan adalah kain khusus yang mudah menyerap cairan sehingga tidak tergenang. Saat tiba di rumah barulah pembalut tadi saya cuci. Anehnya kain pembalut tersebut mudah dibersihkan, saat diguyur dengan air noda darah gampang luntur. Sebagian orang mungkin berpikir, boros air dong! Enggak tuh! Untuk pencucian awal sebelum menggunakan sabun/deterjen, saya biasanya mengguyur dengan air bekas bilasan cucian baru kemudian dicuci seperti biasa.

Setelah full menggunakan pembalut kain, lecet langganan yang dulu saya rasakan justru malah hilang. Alhamdulillah. Oya, saya tetap merasa kering asal sering ganti. Takut dengan pembalut kain? Enggak tuh, yang penting pilih pembalut yang berbahan nyaman. Perlu perjuangan lebih untuk mencuci memang dibanding menggunakan pembalut sekali pakai. Namun demikian, jejak sampah yang dihasilkan lebih sedikit tentunya. Enggak kebayang kalau saya masih seperti dulu, haidnya sudah beres tapi perjalanan sampah bekasnya masih berlangsung entah berapa bulan atau beberapa tahun kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar