Minggu, 06 Desember 2015

Belajar dari Film Biru



Beberapa waktu yang lalu sebelum berangkat bekerja, pagi-pagi si kecil yang baru berusia tiga tahun minta ditemani nonton film-film koleksinya. Awalnya tak begitu saya perhatikan karena focus saya agak terbagi dengan persiapan berangkat. Lama-lama saya tertarik juga dengan film tersebut, bukan soal film birunya (kebetulan cover CDnya berwarna biru, hehe…J) tapi soal isinya. By the way, saya sebut saja film tersebut “film biru” saja mengingat anak saya kerap memanggilnya begitu karena belum lancar membaca ia sering menyebut sesuatu berdasarkan warna atau gambarnya.

"Film biru" itu berkisah tentang salah seorang tokoh dunia yaitu Christopher Columbus. Terlepas dari masalah kontroversialnya penyebutan Columbus sebagai penemu benua Amerika, ada pelajaran berharga yang dapat diambil dari perjalanan hidup seorang Columbus. Columbus yang lahir di Genoa, Itali, tahun 1451 memiliki keinginan untuk berlayar sejak kecil. Sejak kecil ia memiliki komitmen untuk belayar. Ya, tidak sekedar ingin (meminjam istilahnya Pak Samsul Arifin) tapi komitmen. Komitmennya itu ia buktikan dengan seringnya pergi pelabuhan dan mencuri-curi kesempatan untuk menyentuh kemudi perahu. Sehingga tak jarang ia dimasukkan ke dalam karung oleh orang pelabuhan kemudian diantarkan ke rumahya agar tak kembali ke kapal. Namun, kejadian-kejadian tersebut tak mengurungkan tekadnya untuk berlayar.

Menginjak usia dewasa, tekadnya untuk mengarungi lautan semakin besar. Ia bertekad untuk berlayar ke Asia Timur dengan cara berlayar ke arah barat melintasi Samudra Atlantik. Sebuah cara yang tidak lazim saat itu. Banyak orang yang mencemoohnya, bahkan ketika dia meminta bantuan salah seorang pelayar dia malah ditendang dari pintu rumah sang pelayar. Salah seorang sahabatnya Galileo Galilei bahkan bersedih ketika melihat perlakuan yang dtitimpakan kepada sahabatnya tersebut dan mengatakan “ Sudah kubilang, orang-orang akan memperlakukanmu begini. Sudahlah urungkan niatmu!”. Dengan tenang Columbus menjawab, “O ya? Tapi bagiku itu bukanlah masalah.” Seraya pergi dengan entengnya.

Menyadari pelayaran yang ia rencanakan membutuhkan biaya yang besar, maka Columbus membujuk Ratu Isabella untuk membantunya. Ratu Isabella kemudian memerintahkan cendikiawan istana untuk menelitinya. Columbus terus mendesak, sementara Sang cendikiawan bersikeras bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin, bahkan ia mengatakan “ Hanya orang yang tidak punya otak saja yang berencana demikian”. Sang Ratu nampaknya mendukung Columbus dengan perkataannya, “Kau katakana Columbus tidak punya otak? Dan Kau tidak punya mimpi!”

Singkat cerita akhirnya Columbus dapat berlayar ke Barat dan mendarat di Amerika. Film biru tadi member pelajaran bagi kita “ Betapa dahsyatnya mimpi yang tak sekedar keinginan, namun komitmen”.

(Pernah diposkan pada blog yang telah kena suspend 4 tahun lalu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar