Jumat, 19 Februari 2016

Jangan Jadi Guru

Waktu kecil ketika pertama kali ditanya tentang cita-cita, saya ingin menjadi insinyur pertanian mungkin karena ayah yang bekerja di sebuah balai di bawah departemen pertanian sering menceritakan para peneliti yang bagi saya sangat luar biasa. Beberapa tahun kemudian datang sekelompok mahasiswa IAIN (sekarang UIN) yang melaksanakan KKN di kampung saya dan salah satu kegiatannya adalah mengajar anak-anak di balai RW. Saya pun berbelok, menjadi guru nampaknya mengasyikan. 
 
Cita-cita menjadi guru terpatri dalam benak hingga memasuki bangku SMA. Saat itu ada kabar bahwa di Indonesia dokter spesialis obgin masih sedikit perempuan. Munculah keinginan untuk menjadi dokter dengan pemikiran bahwa mungkin para wanita akan lebih nyaman diperiksa oleh dokter wanita. Keinginan semakin kuat manakala entah kenapa saya berpikiran bahwa menjadi guru akan sangat membosankan, statis karena setiap tahun mengajarkan hal yang sama kepada murid, sehingga tak diperlukan belajar. 
 
Keinginan menjadi dokter saya sampaikan kepada ayah dan ditolak dengan alasan beliau tak akan sanggup membiayai. Informasi mengenai beasiswa pun tak saya dapatkan saat itu. Internet baru saya kenal saat SMA. Ayah menyarankan saya untuk mengambil keguruan saja, biayanya murah universitasnya juga tidak terlalu jauh dari rumah dan cocok sekali untuk perempuan karena jam dua belas biasanya sudah pulang sehingga tetap bisa mengurus rumah (:)). Ayah menyarankan untuk mengambil pendidikan biologi agar sedikit nyambung dengan keinginan saat kecil menjadi insinyur pertanian dan juga kedokteran. 
 
Saya memilih mengikuti keinginan ayah, kapan lagi menyenangkan orang tua terlebih menjadi guru adalah cita-cita ayah saat kecil. Setelah yakin untuk mengambil keguruan, setiap gerak-gerik guru saya perhatikan untuk bekal saya di kemudian hari. Sempat seorang guru mengatakan, “Jangan jadi guru, gajinya kecil!” soal gaji saya kan perempuan berarti bukan yang utama pikir saya saat itu. Yang membuat saya galau adalah ketakutan akan kebosanan karena jumud tak berkembang toh guru mengajar itu-itu juga tiap tahunnya. 
 
Setelah menjadi guru, meski ternyata seringkali pulang sore bukannya jam dua belas saya sangat menikmati jalan ini. Meski demikian, saya sering galau tapi bukan karena ketidaksukaan saya terhadap profesi ini melainkan karena kecintaan saya yang sangat besar terhadap aktivitas menjadi guru. Siapa bilang guru itu statis, setiap tahun siswa berganti bahkan setiap hari masuk ke kelas yang berbeda-beda. 
 
Membosankan? Tentu saja tidak, hari-hari penuh dengan bahagia dan tawa meski terkadang air mata. Perlu selalu belajar untuk mengasah diri agar dapat bertindak tepat saat bertemu para siswa. Tak perlu belajar? Ah, kenyataannya tak begitu. Materi subjek yang kita ampu berkembang setiap saat maka jika tak belajar tentu saja akan ketinggalan zaman tentunya guru takkan rela membiarkan para siswa tertinggal di saat arus perkembangan zaman kian derasnya. Yang tak kalah pentingnya adalah cara mengajar. Kelas yang satu dengan kelas yang lainnya sering berbeda. Pernah di suatu kelas saya kebingungan untuk menunjuk siswa yang mana karena seluruh siswa mengacungkan tangan , di kelas yang lain kebingungan juga menunjuk karena tak ada satu pun yang mengangkat tangan. Kelas berbeda perlu strategi berbeda belum lagi siswa berbeda perlu penanganan berbeda pula maka guru harus senantiasa belajar cara mengajar. Saya adalah orang yang percaya bahwa setiap anak memiliki kecerdasan meski berbeda-beda bidangnya. Tugas guru adalah memfasilitasi siswa menemukan potensi uniknya. Saya tak menuntut setiap siswa harus memperoleh nilai sempurna dalam mata pelajaran saya tapi tetap menetapkan standar tertentu. Saat siswa tak dapat mencapainya terkadang saya merasa sedih, siswa mengalami kesulitan belajar jangan-jangan karena saya gurunya tak bisa menyesuaikan cara mengajar saya dengan gaya belajarnya. Aseli…. Saya takut mengindap penyakit yang disebut Amstrong PhD seperti dikutip Munif Chatib dalam bukunya “Sekolahnya Manusia” DISTEACHIA yaitu salah mengajar. Kepada anda yang masih berpikir untuk menjadi guru saya sarankan JANGAN JADI GURU jika tak mau terus belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar