Kamis, 24 Maret 2016

Aturan Penulisan Daftar Pustaka

Diantara cara penulisan kutipan dan daftar pustaka yang banyak dipakai  dan diterima secara luas adalah aturan menurut APA (The American Psychological Association). Berikut aturan pengutipan menurut APA,

1. Jurnal, Majalah dan Koran dalam Bentuk Cetak 

Bentuk Umum :
Penulis, A. A., Penulis, B.B., & Penulis, C. C. (Tahun). Judul Artikel. Judul Jurnal, xx, xxx-xxx.

Judul jurnal dan nomor volume ditulis miring. Nomor tema/issue tidak perlu ditulis jika jurnal menggunakan   halaman bersambung. Bila diberi halaman per tema maka nomor tema/issue perlu ditulis di dalam kurung dekat nomor volume.

Satu Penulis :
Williams, J. H. (2008). Employee engagement: Improving participation in safety. Professional Safety, 53(12), 40-45.

Dua sampai tujuh penulis :
Keller, T. E., Cusick, G. R., & Courtney, M. E. (2007). Approaching the transition to adulthood: Distinctive profiles of adolescents aging out of the child welfare system. Social Services Review, 81, 453-484.

Delapan atau lebih penulis :
Wolchik, S. A., West, S. G., Sandler, I. N., Tein, J.-Y., Coatsworth, D., Lengua, L.,...Griffin, W. A. (2000). An experimental evaluation of theory-based mother and mother-child programs for children of divorce. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 68, 843-856.

Artikel majalah :
Mathews, J., Berrett, D., & Brillman, D. (2005, May 16). Other winning equations. Newsweek, 145(20), 58-59. 

Artikel koran tanpa penulis dengan halaman tidak bersambung :
Generic Prozac debuts. (2001, August 3). The Washington Post, pp. E1, E4.

2. Buku, Bab dalam Buku, Laporan, dsb.

Bentuk umum :
Penulis, A. A. (Tahun). Judul. Lokasi: Penerbit.

Satu penulis :
Alexie, S. (1992). The business of fancydancing: Stories and poems. Brooklyn, NY: Hang Loose Press.
 
Penulis korporasi dengan suatu edisi dan diterbitkan oleh penulis korporasi :
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (4th ed.). Washington, DC: Penulis.
 
Penulis Anonim
Dorland’s illustrated medical dictionary (31st ed.). (2007). Philadelphia, PA: Saunders.
 
Bab dalam buku :
Booth-LaForce, C., & Kerns, K. A. (2009). Child-parent attachment relationships, peer relationships, and peer-group functioning. In K. H. Rubin, W. M. Bukowski, & B. Laursen (Eds.), Handbook of peer
interactions, relationships, and groups
(pp. 490-507). New York, NY: Guilford Press.
 
Dokumen ERIC :
Shyyan, V., Thurlow, M., & Liu, K. (2005). Student perceptions of instructional strategies: Voices of English language learners with disabilities. Minneapolis, MN: National Center on Educational Outcomes, University of Minnesota. Retrieved from the ERIC database.(ED495903)


3. Jurnal, Majalah, Koran Daring (Online)

Format umum :
Penulis, A. A., Penulis, B. B., & Penulis, C. C. (Tahun). Judul Artikel. Nama Jurnal , xx, xxx-xxx. doi:xxxxxxxxxx

Artikel yang diambil dari database daring:

Tuliskan DOI artikel (Digital Object Identifier) yaitu kode unik dari penerbit untuk artikel tertentu.
 
Senior, B., & Swailes, S. (2007). Inside management teams: Developing a teamwork survey instrument. British Journal of Management, 18, 138-153. doi:10.1111/j.1467-8551.2006.00507.x
 
Bila tidak ada DOI maka tuliskan URL nya.  

Koo, D. J., Chitwoode, D. D., & Sanchez, J. (2008). Violent victimization and the routine activities/lifestyle of active drug users. Journal of Drug Issues, 38, 1105-1137. Diambil dari http://www2.criminology.fsu.edu/~jdi/
 
Artikel dari majalah daring :
Lodewijkx, H. F. M. (2001, May 23). Individual-group continuity in cooperation and competition under varying communication conditions.Current Issues in Social Psychology, 6(12), 166-182. Diambil dari http://www.uiowa.edu/~grpproc/crisp/crisp.6.12.htm

4. Sumber Daring Lainnya

Format Umum :
Author, A. A. (Year). Judul. Retrieved from web address
 
Laporan online dari NGO 
Kenney, G. M., Cook, A., & Pelletier, J. (2009). Prospects for reducing uninsured rates among children: How much can premium assistance programs help? Retrieved from Urban Institute website: http://www.urban.org/url.cfm?ID=411823
 
Laporan online tanpa penulis dan tanggal (No Date) :
GVU's 10th WWW user survey. (n.d.). Retrieved from http://www.cc.gatech.edu/user_surveys/survey-1998-10/

Web site dalam  kutipan kurung : untuk mengutip keseluruhan web site bukan dokumen tertentu maka cukup menuliskan URL dalam teks. Tidak perlu ditulis dalam daftar pustaka. Contoh :

Kidpsych is an excellent website for young children (http://www.kidpsych.org).

Sumber : 
APA Format 6th Edition. (n.d).  Retrieved from http://web.calstatela.edu/library/guides/3apa.pdf


Sabtu, 12 Maret 2016

Gara-gara Pulpen

Saat duduk di bangku sekolah, biologi adalah pelajaran yang paling tidak saya sukai dari semua pelajaran IPA. Nilai biologi di kelas 1 dan 2 SMA bahkan paling rendah dibanding mata pelajaran IPA lainnya. Tak suka biologi gara-gara banyak istilah yang bikin kepala pusing.

Menginjak kelas 3, guru biologi saya pergi ke Bangkok selama seminggu. Sepulangnya dari Bangkok beliau memperlihatkan sebuah pulpen warna toska dengan gambar kartun bertebaran dan ujung pulpen warna emas, sayang tak ada fotonya karena belum musim kamera. "Waaah.....itu beli di Bangkok Bu?" tanya banyak siswa. Saat itu segala sesuatu berbau luar negeri rasanya keren (hehe.... nasionalisme mana nasionalisme). Beliau menyampaikan bahwa beliau hanya satu membeli pulpen tersebut dan hanya akan beliau berikan kepada peraih nilai Biologi tertinggi sesekolah di Ujian Nasional (EBTANAS).

Pulpen yang diperlihatkan Bu Guru selalu terbayang dalam pikiran saya. Kalau mau pulpen seperti itu dan membeli sendiri berapa banyak uang yang harus saya keluarkan padahal untuk ongkos sekolah saja harus berhemat. Maka tak ada cara lain untuk belajar keras supaya mendapat nilai tertinggi di Ujian Nasional. Demi meraih pulpen saya rela berlama-lama belajar biologi dan akhirnya bisa bersahabat dengan biologi.

Pengumuman nilai akhirnya tiba. Hati dagdigdug antara cemas dan harap. Saya pasrah kalau rejeki pulpen toska itu akan jadi milik saya tapi kalau bukan ya sudahlah. Daan....pulpen toska itu.... akhirnya jadi milik saya, alhamdulillah. Pulpen toska itu saya pamerkan kepada ketiga adik saya. Rasanya banggaaa sekali.

Ketika almarhum Bapak menyarankan saya masuk jurusan biologi saya ikuti karena saya sudah bersahabat dengan biologi diantaranya. Setelah pengumuman hasil seleksi masuk PTN saya bersiap-siap membeli alat-alat tulis untuk kuliah. Saya pergi ke sebuah toko buku. Buku-buku, pulpen, pensil dan berbagai ATK berjejer rapi. Mata saya menjelajah sekeliling toko. Hei.... ada barang yang saya kenal sepertinya. Ya, saya kenal persis. Oh.... pulpen toska itu sangat mirip dengan pulpen hadiah dari bu guru. 

Penuh penasaran, saya menanyakan harga pulpen tersebut. Pulpen tersebut harganya Rp 1.500,-  mungkin seharga tiga ribu rupiah kalau saat ini mengingat kurs dollar US saat itu sekitar Rp 7.000. Apa? perjuangan saya untuk bisa bersahabat dengan biologi dihargai seribu lima ratus saja? Tapi.... bisa saja benar bu guru membeli pulpen itu di Bangkok, tambah ongkos jadi berapa hayo? Daan... yang lebih penting lagi sebenarnya adalah bukan masalah harga. Perjuangan tak selalu harus dihargai dengan barang atau uang. Bukankah gara-gara tantangan dari Ibu Guru tersebut saya jadi bersahabat dengan biologi? Terima kasih guru biologiku.

Kamis, 10 Maret 2016

Emak Zero Waste Bukan Alien Lagi

Dulu rasanya sudah tunai kewajiban saat membuang sampah pada tempatnya. Rasanya sudah tidak punya utang terhadap lingkungan. Sampai suatu waktu saya mengikuti kegiatan di YPBB sekitar tahun 2009 dan mendengar pecakapan dua orang anak saat menunggu acara dimulai. "Iih.... kamu jangan banyak-banyak pakai plastik! Mengotori lingkungan tahu!" ujar seorang anak kepada temannya yang membawa bekal dalam plastik. "Santai aja! Aku pasti buang di tempatnya" jawab temannya yakin. "Yeah... memangnya kalau dibuang di tempatnya bisa langsung hilang? Enggak dong!" timpal sang anak. 

Saya kemudian berpikir betapa selama ini telah banyak mengotori lingkungan. Ya, benar saya selalu membuang sampah pada tempatnya tapi nasib sampah itu kemudian tidak saya pikirkan. Kuliah di jurusan Biologi ternyata belum menyadarkan saya untuk berbuat banyak terhadap lingkungan bahkan selama ini malah menambah beban terhadap lingkungan. Saya memilah sampah organik dan anorganik di rumah namun setelah sampai di truk sampah yang datang sepekan sekali ternyata dicampur begitu saja oleh petugas kebersihan. Terbayang mungkin nantinya sampah tersebut dibakar di TPA, ups... pembakaran yang tidak sempurna bisa menghasilkan gas-gas berbahaya ditambah lagi bila sampah organik dan anorganik digabung bisa tambah parah menghasilkan dioksin (sejenis racun) lalu kalau ada orang yang sakit gara-gara sampah yang saya produksi bagaimana pertanggungjawaban saya di akhirat kelak. Duuuh.... Gustiiii.... 

Akhirnya mulailah saya mengolah sampah organik sendiri di rumah menjadi kompos dan komposnya digunakan untuk tanaman. Yeay... sambil menyelam minum air. Selain itu saya juga berupaya menggunakan plastik sekali pakai seminim mungkin. Belum bisa sampai zero sih, tapi lumayan lah. 

Dalam rangka berzero-waste saya membawa misting dan reusable bag saat pergi ke pasar atau swalayan. Di awal-awal berzerowaste, rasanya seperti Alien yang jadi pusat perhatian kalau lagi di pasar plus berasa jadi artis karena banyak ditanya sama pedagang. Suatu waktu saat saya menyodorkan misting ke tukang daging ayam dan meminta untuk tidak dibungkus plastik, sang pedagang malah bilang "Kenapa Neng enggak mau pakai plastik? Plastiknya gratis kok!". "Saya ingin daging ayamnya yang gratis Mang" timpal saya. 

Awal-awal rasanya capek tiap belanja saya harus bilang "Jangan pakai plastik! Saya bawa wadah sendiri" dan menjelaskan bahwa saya tak mau banyak sampah. Beberapa orang malah berujar " Susah buangnya ya? kalau saya suka dibuang ke selokan besar sambil pergi ke pasar". Haduuuuh.... tambah pusing pala ebi, enggak mungkin kan kalau saya bahas panjang lebar tentang 3R. Tapi lama-lama para pedagang langganan sudah hafal kebiasaan saya dan malah berkampanye ke pembeli lainnya "Coba para pembeli kayak si Neng ini, bawa wadah sendiri. Kami tak perlu mengeluarkan modal tambahan untuk membeli plastik. Yang lainnya bilang " Neng, sekarang di swalayan kantong plastik harus dibeli ya? berarti pemerintah sepikiran ya sama si Neng enggak mau banyak sampah. Coba para pembeli bawa wadah sendiri, kan Indonesia bisa bersih". Hmmm.....Alhamdulillah.... akhirnya komentar-komentar positif meluncur. 

Jauh sebelum diberlakukan kantong plastik berbayar saya sudah membawa kantong sendiri dari rumah, bahkan di dalam tas selalu nyempil foldable bag untuk jaga-jaga kalau dibutuhkan. Dulu saat saya menyodorkan kantong ke kasir, banyak orang memandang heran atau mungkin saya yang ke-GeeR-an hehe... Kini dengan diberlakukannya kantong plastik berbayar plus tulisan bahwa hal tersebut untuk menjaga lingkungan, saya tak lagi merasa seperti alien. Di swalayan terdekat saya melihat beberapa ibu juga mulai membawa kantong sendiri meskipun kebanyakan masih menggunakan kantong plastik dari swalayan mengingat harga kantong plastik sangat murah,hanya Rp 200,- saja di swalayan terdekat.