Senin, 19 Maret 2018

Untuk Sebuah Foto

Sore itu aku meminta Betty berfoto bersama di ruang keluarga untuk kenang-kenangan saat pulang ke tanah air. Sayang,  ia menolak dengan alasan malu karena kondisi rumah berantakan menurutnya. Padahal rumahnya jauh lebih rapi dari rumahku. "Nurul,  I promise we'll take a picture tomorrow" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Ah, aku memang tak bisa menyamakannya dengan teman-temanku yang hobi selfie.

Keesokan harinya sepulang sekolah, Betty bercerita bahwa ada yang masuk ke kamarku. Kamarku memang tak pernah dikunci. Tapi aku tak perlu khawatir karena yang masuk adalah petugas kebersihan yang ia sewa. Bagiku kondisi rumah tidak terlalu berbeda, masih seperti biasa, bersih dan rapi.  Tapi bagi perempuan berambut pirang itu, jasa petugas kebersihan telah membuatnya PD untuk berfoto.

Usai makan malam kami pun berfoto di ruang keluarga. Saat itu ada aku, Desi (rekan guru asal Ciamis), Betty (pemilik rumah) beserta anak keduanya, Kate (mahasiswi pertukaran asal Amerika) bersama temannya asal Argentina serta Kodai (siswa pertukaran asal Jepang). Sementara dokter gigi gagah teman Betty bertindak sebagai fotografer. Ia tak pernah mau diajak berfoto.

Ah, demi sebuah foto Betty sampai mendatangkan petugas kebersihan khusus. Betapa berfoto adalah sebuah momen khusus. Saat itu South Australia sedang winter. Longjhon,  baju plus jaket kadang tak cukup untuk melawan dingin. Tapi,  di dalam rumah pemilik salon organik tersebut sungguh hati ini terasa hangat.

Dimana foto itu sekarang? Ada di dalam laptop tentunya. Aku tak berani mengunggahnya tanpa seizinnya. Bukankah dulu aku bilang, ini untuk kenang-kenangan? Kalaupun minta izin,  inginnya bicara alias ketemu langsung. Hihi... Semoga saja ada rejeki ketemu lagi.

#Kabolmenulis
#Day5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar