Minggu, 15 Januari 2017

Sehat dengan FC Abal-abal

Sejak kecil, alhamdulillah saya relatif jarang sakit, namun memasuki bangku kuliah saya mulai punya migrain, lalu sejak 2008 pasca melahirkan ambein  menyerang ditambah lagi dengan keputihan plus tekanan darah rendah. Yang paling parah mungkin tekanan darah rendah sampai pernah hampir jatuh di tempat kerja karena lena akibat tekanan darah yang drop. Berobat ke dokter, seperti biasa diberi resep untuk mengurangi pusing plus vitamin untuk membantu meningkatkan tekanan darah. Ah, sebetulnya saya kurang suka obat, saya yakin ada yang belum beres dalam pola makan saya meski sudah diupayakan empat sehat lima sempurna. Maka, sejak tahun 2014 saya mencoba pola makan yang cukup baru bagi saya yaitu Food Combining (FC). Sebelum menjalankannya saya baca-baca dulu berbagai buku yang ditulis oleh para dokter serta praktisi food combining untuk meyakinkan diri. Ikut grup Food Combining Indonesia dan Sehat dengan Food Combining juga cukup membantu.

Inti dari pola makan ini adalah bukan sekedar apa yang kita makan melainkan bagaimana kita memakannya berdasarkan jam biologis tubuh. Pola makan yang dianjurkan dalam food combining yang saya jalankan kurang lebih seperti ini :
1. Bangun tidur minum perasan jeruk nipis (Jeniper) atau lemon (Lemper) dicampur air hangat, katanya sih untuk mengoptimalkan fungsi liver  (jurnal ilmiahnya sih belum saya cari).
2. Pagi hingga pukul 11 siang hanya makan buah manis berair dan minum air saja sehubungan pukul 04.00 sampai pukul 12.00 adalah waktunya tubuh membuang sampah sehingga jangan diperberat dengan mencerna makanan yang terlalu berat, dan lagi nutrisi dalam buah mudah diserap saat perut dalam keadaan kosong. Lapar? awal-awal sih lapar banget sampai terasa pusing tapi disiasati dengan makan buah lagi saat lapar. Setelah dua tiga hari tubuh mungkin sudah beradaptasi jadi terasa biasa saja kalau pun lapar sedikit malah terasa nikmat terlebih menurut Hiromi Sinya dalam buku The Microbe Factor kondisi demikian dapat memacu autofagi sel-sel tubuh yang rusak serta pembersihan sampah-sampah dalam tubuh jadinya kalaupun terasa sedikit lapar terasa happy aja. Kondisi tersebut juga tak lantas membuat saya lemas, boleh cek deh ke kelas saya pagi sampai jam 12.00 meski belum  ketemu nasi saya masih bisa teriak-teriak, hehe...
3. Pukul 12 waktunya makan siang, boleh milih karbohidrat plus sayuran atau protein hewani plus sayuran. Di juklak FC karbohidrat haram ketemu protein hewani. Saya sih lebih sering memilih  nasi daripada daging meski kadang kalau tergoda saya campur juga semua namun dengan porsi protein hewani yang enggak terlalu banyak. Protein hewani sebenarnya boleh dimakan sekitar  3 jam setelah karbo atau kalau mau hewani duluan tunggu 4 jam baru karbo.
4. Antara pukul 12.00 sampai 18.00 boleh ngemil asalkan diperhatikan jaraknya  seperti no 3 di atas, terus diupayakan cemilan-cemilan segar bukan berupa makanan prosesan, tidak mengandung pewarna, perasa, pengawet sintetis.
5. Makan malam paling telat pukul 20.00 lebih baik pukul 18.00 juklaknya sama dengan makan siang tapi lebih lebih disarankan bukan hewani karena akan memperberat kerja saluran cerna di malam hari.Soal waktu, saya sih tergantung jam berapa selesai masak, mau maksa jam 18.00 juga kalau belum ada makanannya bagaimana?
6. Ditutup dengan jus sayur yang katanya kayak akan enzim yang mengandung "daya hidup". Dalam FC disarankan setiap hari ada sayuran mentah yang dikonsumsi untuk menjaga pH tubuh sedikit basa. 

Enam bulan menjalankan FC, alhamdulillah gangguan-gangguan kesehatan yang saya alami menghilang, bonusnya kulit aman dari jerawat. Sampai sekarang saya masih berusaha menjalankan meskipun banyak godaan terutama kalau ada makanan yang tampak enak serta mengandung unsur hara (Hara...tis, baca: gratis) atau kalau lagi kumpul dengan teman dan keluarga, soalnya aneh aja kalau cemilannya tetiba tomat. Kalau habis pelanggaran besar-besaran (cheating membabi buta) alarm tubuh nyala berupa jerawat. Duuuh....itu jerawat munculnya gampang perginya lama apalagi bekasnya bisa berbulan-bulan tuh. Pernah akhirnya punya trik kalau cheating, malamnya olesi muka dengan tomat, alhamdulillah jerawat tak mau datang tapiiiii..... alarm lain nyala, tiba-tiba sariawan di ujung bibir bikin perih dan susah ngomong. 

Tak semua juklak FC selalu saya jalankan memang terutama jus sayur, males bikinnya harus pasang slow juicer dan nyucinya ampun deh perlu disikat segala . Makanya FC saya masih abal-abal. Tapi, selebihnya saya upayakan untuk konsisten. Belum semua juklak saya temukan jurnal ilmiahnya memang (atau enggak niat nyari?) tapi hampir tiga tahun menjalankannya terasa benar manfaatnya, mulut bisa saja bohong tapi tubuh  tak pernah bohong.

Rabu, 04 Januari 2017

Bahasa Cinta

Hal terbesar yang saya khawatirkan sebelum mengikuti CPD di Australia tahun 2014 silam adalah bahasa meski tes toefl dan wawancara alhamdulillah berhasil dilalui. Soal cuaca, saya bisa menyiapkan pakaian, soal makanan gampang saya kan penyuka segala yang penting halal. Tapi, urusan bahasa  bisa diapakan? meski belajar Bahasa Inggris sejak SD tetap saja saya enggak PD. Ditambah lagi kalau saya mencoba bicara dalam Bahasa Inggris dengan teman yang  pandai berbahasa Inggris, saya sering dapat interupsi mulai dari salah pronunciation sampe salah pemilihan vocab, bikin males ngomong lagi. Mau ngajari yang bener sih bagus, tapi please dong caranya yang enak gitu lho! Atau mungkin saya yang terlalu lebay menanggapi. Mendapat kritik itu memang pedih Jenderal! Tapi, bukankah dari kritikan kita pun bisa belajar?

Khawatir terjadi kesalahpahaman karena bahasa, saya sengaja mengirim email kepada calon host family di Australia, pakai bahasa Inggris acak-acakan gaya saya tentunya. Isinya tentang rasa terima kasih saya karena telah mau menerima saya plus ini nih yang paling pokok : saya kurang mahir berbahasa Inggris, saya guru Biologi bukan guru Bahasa Inggris. Hihi....alesan, padahal soal bidang studi tentunya dia sudah tahu lewat biodata. Sambutannya hangat, dia bilang jangan terlalu mengkhawatirkan soal bahasa. Nanti dia akan mengajari katanya. Yessss....lumayan lega, bakal dapet les gratis nih dari native speaker.

Tiba di bandara pukul 9 malam waktu setempat mata saya tertuju pada sebuah kertas bertuliskan nama saya yang dipegang oleh seorang wanita cantik usia empat puluhan. Cepat-cepat saya hampiri, dia memeluk erat sekali, seperti saudara lama yang baru bertemu kembali. Dia langsung mengajak saya ke parkiran yang katanya di sana teman prianya tengah menunggu di mobil. Sepanjang perjalanan kami mengobrol banyak hal. Pupus sudah anggapan saya bahwa bule itu gak bisa basa-basi, atau memang semua yang dia ucapkan bukan basa-basi, semua terasa meresap di hati. Hei...tunggu....sepanjang jalan tadi saya ngomong inggris dan kami saling memahami bahkan tanpa interupsi. Ini mungkin bukan bahasa Inggris tapi bahasa cinta. Perasaan bahagia bertemu orang yang mau menerima kita apa adanya.
(foto : abcmovement)
Keesokan harinya, seperti disampaikan Betty semalam saya bersama Deasy (teman satu program) akan diantar Kate (Mahasiswa pertukaran asal Amerika) untuk keliling kota, mengenal alat transportasi dan tempat-tempat yang akan kami kunjungi selama program. Gadis cantik asal Houston itu ramah sekali. Gaya bicaranya menambah anggun wajahnya meski belum mandi. Lho, kok tahu belum mandi? Ya iya lah, bangun tidur, cuci muka terus manggang roti depan saya, sarapan langsung ngajak pergi :). Obrolan dengan Kate pun berjalan lancar meski bahasa Inggris saya pas-pasan dan Kate tak bisa berbahasa Indonesia. Saat saya salah ucap atau salah vocab, dia tak langsung interupsi dia menanggapi seolah tak terjadi kesalahan kemudian dalam beberapa kalimat tanggapannya dia mengucapkan vocab yang saya salah tadi tanpa bilang "harusnya begini lho" tapi saya menulis di otak "Oooh....harusnya begitu" lagi-lagi saya belajar bahasa cinta.

Di sekolah pun saya banyak belajar termasuk bahasa. Saat seorang relief teacher nanya apakah saya guru bahasa Inggris dan tentu saja jawabannya tidak, ia berkomentar "But your English is good". Aseliiii....komentar seperti itu encouraging banget, bayangkan padahal selama ini saya sering dapat komentar negatif dari orang-orang pintar inggris! Lagi....saya yakin, ini adalah bahasa cinta yang memotivasi orang untuk terus belajar.

Suatu malam seperti biasa usai makan malam saya, Betty dan Deasy mengobrol. Entah dari mana awalnya, obrolan kemudian berujung pada kisah ibunya (Mrs. Kouts) enam puluh tahun silam tiba di Australia. Saat itu Mrs. Kouts masih lajang, kondisi kehidupannya di Yunani yang cukup memprihatinkan memotivasi dirinya untuk menyusul saudarinya ke benua Australia. Berbekal baju yang menempel di badan dan dompet dengan isi seadanya ia pergi sendiri ke Australia dengan menumpang kapal laut. Duuuh....enggak kebayang, berhari-hari tak ganti baju bagaimana rasanya? Sampai di pelabuhan ia kemudian mencari taksi tanpa berkata-kata ia akhirnya naik taksi dan menunjukkan secarik kertas bertuliskan alamat yang ia tuju. Bukan, bukan karena bisu ia tak bicara melainkan ia tak bisa bahasa inggris sama sekali. Tiba di alamat yang dituju, ia pun turun. Karena bingung harus berkata apa untuk menanyakan berapa ia harus membayar, ia kemudian membuka dompetnya dan memperlihatkannya kepada sopir dan memberi isyarat untuk mengambil uang dari dalam dompetnya dengan jumlah terserah pak sopir. Apa yang dilakukan Sang Sopir kemudian? Mengambil sebagian uang dari dalam dompet atau ambil sekalian sama dompetnya? Sang sopir malah menambahkan sejumlah dolar ke dalam dompet tersebut. Aaaah... lagi-lagi bahasa cinta. Mrs. Kouts memang tak bermaksud meminta bahkan ia ingin membayar seperti seharusnya, tapi sopir itu sepertinya paham benar bagaimana kondisi penumpangnya. 

Kepada orang-orang yang telah saya temui selama perjalanan kehidupan hingga detik ini termasuk yang suka komen negatif, terima kasih kalian telah mengajarkan BAHASA CINTA.


Minggu, 01 Januari 2017

FIRE...FIRE

Fire...Fire...
Bunyi ledakan membuat terbangun tengah malam ini
Untunglah hanya kembang api
Lalu pikiran melayang ke beberapa negeri
Dimana konflik adalah pemandangan sehari-hari
Mereka terbangun bukan karena kembang api
Tapi serangan bom yang bertubi-tubi
Ledakan yang bisa jadi
merenggut kekasih hati atau bahkan buah hati
Ledakan dari senapan di malam sepi
memaksa anak kecil tak berorangtua lagi


Fire...fire...
Suara desingan memaksa keluar rumah
Oh, ternyata kembang api saja
Tiba-tiba terpikir berapa harganya
Tidak lebih baikkah disumbangkan saja?
Kepada anak yang hampir putus sekolah
Karena orang tua yang tak lagi sanggup membiayainya

Fire...fire...
Kerlip cahaya mengudara indah
Tapi tak bisa menyaingi gemintang langit biasanya
Apakah untuk bahagia
harus membakar uang sambil hura-hura
Sudah! Sudah!
Pembakarnya mungkin telah lebih dahulu berkiprah
Memberi makan fakir miskin di sekitarnya
Membantu saudara yang terkena bencana
Menyumbang sekolah pembangun generasi muda
Mengambil anak papa menjadi anak asuhnya
Bahkan menyantuni korban perang di negara sana

Fire...Fire...
Semoga kita dijauhkan dari api pemusnah segalanya
Lembang, 01 Januari 2017

Sabtu, 31 Desember 2016

MENIKMATI ALAM : GRATISKAH?

Bergeraklah!
Berlarilah!
Menikmati alam yang indah
Sebelum semua harus ditebus dengan rupiah

Hiruplah udara dalam-dalam
Biarkan ia mengalir pelan-pelan
Dan raga pun kan menyatu dengan alam
Bukankah setiap sel adalah bagian kefanaan?

Mari! Mari mendaki
Menginjakkan kaki di dataran tinggi
Sebelum cuma-cuma tak berlaku lagi
Karena gunung pun ada yang memiliki

(Lembang, penghujung 2016)

Senin, 12 Desember 2016

Komunikasi Tanpa Kekerasan

Semakin usia bertambah, rasanya saya semakin bawel saja. "Mumtaaaaz.... Bereskan mainannya!" adalah teriakan yang sering terdengar setiap harinya. Suatu ketika, pagi hari sebelum berangkat sekolah tatkala semua sudah siap anak saya dengan santai menenteng sepatu yang akan dipakainya dan saya perhatikan tanpa kaos kaki lalu ketika dicari dalam rak sepatu terdapat sembilan belah kaos kaki tanpa pasangannya. Mulailah saya berpidato, " Kamu kebiasaan kalau nyimpen kaos kaki selalu sembarangan" "Kata siapa Bun Selalu? hari senin aku bener nyimpen kaos kaki di tempatnya. Tenang Bun, ada tiga pasang di kolong bangku di mejaku di sekolah, nanti aku bawa pulang" ditimpali begitu tak tahan rasanya melanjutkan ceramah yang kemudian melebar kesana kemari yang berakhir dengan ekspresi cemberut jagoanku. Duuuh... sedih rasanya, kenapa berakhir begini, padahal yang aku inginkan sebenarnya sederhana "jagoanku menyimpan kaos kaki pada tempatnya". 

Setiap hari kita berkomunikasi dengan orang di sekeliling kita, namun terkadang berakhir buruk. Menurut seorang ahli psikologi Marshall B. Rosenberg, PhD dalam buku NONVIOLENT COMMUNICATION A Language of Life, hal tersebut terjadi karena kita menggunakan gaya komunikasi "Life-Alienating Communication" sebuah gaya komunikasi yang bukannya membangun jembatan malah tembok penghalang antara kita dengan orang yang diajak bicara. Tembok tersebut terbentuk karena kita menggunakan KATA-KATA YANG BERSIFAT MENGHAKIMI ataupun PENGHAKIMAN MORAL. Mengeluarkan kata-kata menghakimi akan menyebabkan orang yang diajak bicara bersikap depensif padahal pesan kita belum tersampaikan. Sedangkan penghakiman moral yaitu menganggap salah orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kita akan menyebabkan hubungan yang semakin renggang.

Komunikasi seharusnya membuat orang yang berkomunikasi saling mengerti akan pesan yang disampaikan. Agar tujuan tersebut terwujud dan hubungan tetap terjaga maka pola komunikasi "NONVIOLENT COMMUNICATION" (NVC) adalah salah satu jalan. Terdapat empat tahapan dalam menjalankan NVC yaitu observasi, identifikasi perasaan, identifikasi kebutuhan dan permintaan yang jelas.
1. Observasi
Pada tahapan ini kita harus berupaya sadar dengan kondisi yang terjadi dan menggunakan seluruh indera termasuk mendengar pendapat orang tentang kondisi yang diobservasi. Pada  tahap ini membuat GENERALISASI adalah sesuatu yang harus dihindari. Daripada mengatakan "Kamu selalu menyimpan kaos kaki sembarangan" lebih baik mengatakan "Kaos kaki yang kamu pakai kemarin tidak disimpan pada tempatnya". Berusaha SPESIFIK adalah sebuah langkah agar tidak terjebak ke dalam generalisasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berhati-hati terhadap pelabelan termasuk label yang berkaitan dengan konsepsi awal tentang seseorang atau sesuatu terlebih label negatif karena dapat membuat barier dalam berkomunikasi.
2. Identifikasi Perasaaan
Langkah selanjutnya adalah mengindentifikasi perasaan kita terhadap kondisi yang diobservasi. Cari kata-kata yang benar-benar spesifik yang menjelaskan perasaaan kita.
3. Identifikasi Kebutuhan Kita
Berikutnya, apa sih yang kita ingin atas kondisi yang terjadi? Misal, saat Si Kecil membuat ruangan berantakan dengan mainannya kita menginginkan ruangan kembali rapi.
4. Nyatakan permintaan dengan jelas
Setelah kita yakin dengan apa yang sebenarnya kita inginkan, nyatakan PERMINTAAN kita kepada lawan bicara kita dengan JELAS menggunakan BAHASA POSITIF bukan bahasa negatif. Bahasa positif berupa meminta seseorang melakukan sesuatu berkebalikan dengan bahasa negatif yang menyuruh orang untuk berhenti melakukan sesuatu. Rosenberg memberi contoh tentang seorang suami yang merasa kesal karena isterinya sering pulang terlambat dari tempat kerjanya. Sang suami berkata kepada istrinya, "Kayaknya kamu bekerja terlalu keras, sudahlah jangan terlalu capek". Sang isteri menangkap pesan "Jangan bekerja terlalu keras" ia kemudian berencana pergi untuk pergi refreshing. Yang diinginkan oleh suaminya sebenarnya bukan Sang Isteri pergi refreshing melainkan sang isteri mengalokasikan waktu untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.

Dengan menerapkan NVC teriakan "Beresin mainannya!" bisa diganti dengan "Nak, Bunda pusing kalau melihat ruangan berantakan. Agar ruangan tetap rapi bisakah kamu merapikan mainan setelah selesai bermain?". Untuk kasus kaos kaki, "Bunda kerepotan kalau harus mencari kaos kaki yang tak jelas disimpan di mana. Mulai besok, bisakah kamu menyimpan kaos kaki pada tempatnya? hari ini maaf kalau kamu tak pakai kaos kaki".

Andai saja saya menerapkan NVC saat berbicara dengan anak saya waktu itu, mungkin tak akan ada yang tersakiti. Tapi, sudahlah! bukankah hidup ini adalah sebuah proses untuk terus belajar, belajar dan belajar. NVC bukan saja cara berkomunikasi seorang ibu kepada anaknya melainkan cara berkomunikasi kepada siapapun kapanpun dimanapun. NVC melatih kita berpikir sebelum bicara. Dengan menerapkan NVC maka kita akan terhindar dari bahaya yang diakibatkan oleh lisan kita.

Lembang, Selasa 13 Desember 2016 01.47
Maafkan Bunda Nak

Sabtu, 19 November 2016

Tips Nyaman Tinggal di Setiap Tempat

 (sumber foto : belajar.kemdikbud.go.id)
Apakah kamu sudah merasa nyaman tinggal di tempatmu sekarang atau malah mencari tempat lain yang kira-kira membuatmu nyaman? berikut beberapa tips yang dikutip dari buku " This Is Where You Belong (The Art and Science of Loving The Place You Live) karya Melody Warnick (2016).
  1. Alih-alih mencari tempat baru untuk mencari kenyamanan dan kebahagiaan, lebih baik berupaya menyamankan diri tinggal di daerah yang tengah ditinggali. Sebuah riset menyimpulkan bahwa orang yang merasa nyaman dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya jarang terkena serangan jantung maupun stroke.
  2. Perbanyaklah berjalan kaki atau bersepeda mengelilingi kota tempat tinggalmu. Dengan begitu, ikatan dengan lingkungan akan semakin kuat. Kabarnya orang yang terlalu sering berada dalam hiruk pikuk lalu lintas, stress di jalan tidak akan atau sedikit memiliki koneksi dengan lingkungan.
  3. Berbelanjalah di toko lokal dan makan makanan lokal. Secara ekonomi, hal tersebut akan menghidupkan perekonomian di tempat tinggal kita sehingga akan berkontribusi besar terhadap pembangunan di daerah kita. Selain itu belanja dan makan makanan lokal akan meningkatkan keterikatan dengan daerah yang kita tinggali.
  4. Terlibatlah dalam komunitas-komunitas yang ada di lingkungan kita. Ada banyak komunitas biasanya di setiap daerah. Cobalah untuk ikut berpartisipasi di dalamnya entah itu terkait dengan olah raga, seni, lingkungan atau yang lainnya.
  5. Upayakan untuk dapat menciptakan lingkungan yang hijau. Mengapa? Riset menunjukkan ternyata aktivitas outdoor dan aktivitas di lingkungan hijau dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan kognitif dan juga konsentrasi. Maka lingkungan yang lebih hijau dapat membuat kita lebih nyaman. Kita bisa terlibat dalam komunitas untuk membantu mewujudkan lingkungan yang lebih hijau atau kalau tak punya waktu dan tenaga bisa juga dengan sumbangan dana untuk lingkungan lebih hijau.
  6. Ingat di mana pun kita berada selalu ada hal-hal luar biasa yang bisa ditemukan dan selalu ada orang-orang luar biasa yang dapat dijumpai.
Selamat berbetah ria di mana pun berada ;)

Jumat, 09 September 2016

Boikot Wisata Pangandaran

Ada banyak cerita tentang masa-masa sekolah yang masih tersimpan di kepala, salah satunya tentang wisata ke Pangandaran. Saat itu saya duduk di penghujung kelas tiga. Tepatnya tinggal beberapa minggu meninggalkan sekolah, melepas seragam putih abu. Yeay... siap-siap jadi orang dewasa. (Padahal kalau bisa kembali, saya mau lho...balik lagi jadi remaja atau bahkan anak-anak :) )

Seperti umumnya di banyak sekolah, setelah selesai ujian akhir dan pengumuman kelulusan biasanya diadakan acara pelepasan, yaaa... biasanya pesta kecil gitu tapi cukup meriah dan berkesan. Naaah... saat itu acara perpisahan direncanakan akan dilaksanakan di Pangandaran. Ya, sekalian berwisata. Kegiatannya sendiri dirancang oleh para guru dan OSIS. Saya sendiri kurang tahu, selain karena pengurus OSIS itu kelas 2, saya pun tidak menjadi pengurus OSIS di SMA. Bagi saya saat itu, menjadi pengurus ROHIS, KIR, Keputerian sekolah plus karang taruna di rumah sudah cukup menguras tenaga.

Kembali lagi soal Pangandaran. Biaya untuk pergi ke Pangandaran belum tercakup dalam SPP sehingga para siswa memang harus mengeluarkan dana lebih. Mendengar kata pantai, sebenarnya saya sebagai orang gunung cukup antusias. Hanya saja dari obrolan beberapa teman ROHIS, tidak ikut mungkin lebih baik. Ada beberapa alasan, diantaranya berempati kepada teman-teman yang tidak bisa membayar. Semacam solidaritas gitu lah. Selain itu ada juga kabar dari beberapa alumni bahwa acara seperti itu lebih banyak hura-huranya bahkan tak sedikit perempuan berjilbab baik siswa maupun guru tak malu lepas jilbab disana. Saat itu saya dan teman-teman menilai tak banyak manfaatnya. Demi sebuah idealisme saya rela enggak ikut piknik waktu itu hihi....

Entah bagaimana ceritanya, kabar bahwa anak-anak ROHIS akan memboikot acara perpisahan di Pangandaran sampai ke telinga para guru. Buntutnya saya bersama para mantan pengurus inti ROHIS dipanggil guru agama. Beliau menanyakan ihwal pemboikotan. Bukan pemboikotan sebenarnya, kami hanya berencana tidak ikut, namun karena setiap kami punya banyak teman sehingga kemungkinan teman-teman kami pun mengikuti langkah kami.

Masih terngiang di telinga saya saat Bu Guru bertanya, "Apa kalian pikir kita pergi ke sana hanya sekedar hura-hura? enggak... di sana kita bisa melakukan tadabur alam" "Kalian ini ikut aliran apa sih?" Aliran? hanya aliran darah yang saat itu selalu ada dalam tubuh kami. Saya utarakan kekhawatiran-kekhawatiran yang menggelayuti pikiran kami. Bu Guru meyakinkan bahwa hal-hal yang kami takutkan akan diupayakan dieliminasi. Bahkan, katanya hasil rapat para guru saya harus menyampaikan pidato perpisahan perwakilan siswa dalam acara tersebut. Maka, bagaimana pun saya harus ikut.

Demi menghormati para guru dan sekolah, akhirnya diputuskan bagi siapa saja yang bisa berangkat sebaiknya berangkat namun bagi yang terkendala biaya tak usah memaksakan.  Kalaupun ada hal-hal seperti yang dikhawatirkan, jangan sampai terbawa. Bukankah perahu tenggelam bukan karena air di lautan melainkan ada air yang merembes ke dalam perahu yang bocor?

Akhirnya, hari keberangkatan pun tiba. Karena sebelum pukul enam harus sudah berkumpul di sekolah, ba'da shubuh saya berangkat menggunakan angkot hingga perempatan jalan menuju sekolah disambung ojeg menuju sekolah. Sekitar sepuluh meter menuju gerbang sekolah, di jalan yang datar saya terjatuh dari ojeg. Antara sadar dan tidak sadar saya mendengar suara seorang guru dan tangis sahabat saya, "Pokoknya saya gak ikut kalau Nurul gak ikut". Tak banyak yang saya ingat di hari itu, selain akhirnya saya di bawa oleh Bapak (Alm.) ke Rumah Sakit untuk diperiksa dan foto rontgent kepala. Alhamdulillah... tak ada luka yang cukup serius, tangan dan kaki aman meski pakaian robek. Yang agak serius luka di pipi dan kepala padahal saat itu saya mengenakan kerudung cukup tebal. 
Ah...Pangandaran. Saat itu mungkin kita belum berjodoh...

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan  #1minggu1cerita dengan tema "Aku dan Sekolahku"