Rabu, 21 Maret 2018

BANJIR LOKAL

Usai menyelesaikan beberapa urusan sepulang sekolah aku bergegas menuju rumah untuk menyimpan beberapa barang. Rencananya akan kembali ke sekolah merampungkan beberapa pekerjaan.

Akhirnya kuputuskan untuk ngobrol bersama Si  Anak semata wayang sambil makan di dapur karena tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya.  Baru satu suap,  terasa ada yang mengalir membasahi kaki. Airnya bening bersih tapi makin lama makin banyak. Dengan HP yang hampir mati kuhubungi suami agar segera pulang. Dalam kondisi remang-remang karena listrik mati, kudorong air keluar dengan peralatan seadanya karena jalur datangnya air dari kamar mandi tak bisa kubendung. Air terus mengalir tanpa peduli kelelahanku sementara suami dan anakku berusaha mencari penyebab meluapnya saluran kamar mandi.

Setengah jam berlalu, penyebab masih belum ditemukan. Alhamdulillah hujan mulai reda, air mulai surut tinggal bersih-bersih, mengeringkan lantai dan barang-barang yang basah karena banjir lokal. Untunglah Bukan banjir lumpur.

Tinggal di dataran tinggi lalu merasa aman dari banjir?  Ah,  belum tentu. Ujian bisa datang kepada siapa saja,  kapan saja,  di mana saja.

#kabolmenulis
#day6
(dipos Di FB)

Senin, 19 Maret 2018

Tak Maksud Buang Sembarangan

TAK MAKSUD BUANG SEMBARANGAN

Seorang sopir angkot bercerita saat saya menumpang angkotnya. Di sebuah tempat di tepi jalan raya sampah menggunung akibat ulah orang-orang tak bertanggung jawab. Maka beberapa orang anggota Brimob turun bersama warga sekitar termasuk Pak sopir angkot.

Beberapa puluh meter dari lokasi seorang perempuan yang menumpang ojek melempar sekantung plastik besar sampah. Tak lain dan tak bukan wanita tersebut adalah isteri salah seorang anggota Brimob yang tengah bersih-bersih. Pak sopir hanya tersenyum melihat kejadian tersebut.

"Lucu Bu. Suaminya bersih-bersih, Eh istrinya sendiri yang mengotori" seloroh Pak Sopir sambil tertawa renyah. Saya lantas berpikir,  secara tak langsung berarti Si Bapak anggota Brimob ikut buang sampah di tepi jalan. Si Bapak mungkin tak bermaksud demikian. Ia mungkin telah dengan benar membuang sampah pada tempatnya di rumah. Akan tetapi,  perjalanan sampah setelah itu luput dari perhatiannya.

Saya jadi membayangkan, jangan-jangan sampah yang mengotori sungai dan laut serta membahayakan biota di dalamnya,  diantaranya ada sampah saya. Saya mungkin tak sengaja membuangnya ke sana.

Demi mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, saya mengompos sampah organik di rumah. Selain itu upaya pengurangan produksi sampah dengan cara membawa rangtang atau misting saat jajan,  membawa tas belanja pakai ulang atau membawa bekal minum selalu terus diupayakan. Meski demikian rumah saya masih memproduksi sampah meski tak sebanyak dulu. Ada usulan meminimalisasi sampah?

#RethinkReduceReuseRecycle
#JourneyToZeroWaste
#SekecilApapunUpayaPastiAdaImpactnya

Untuk Sebuah Foto

Sore itu aku meminta Betty berfoto bersama di ruang keluarga untuk kenang-kenangan saat pulang ke tanah air. Sayang,  ia menolak dengan alasan malu karena kondisi rumah berantakan menurutnya. Padahal rumahnya jauh lebih rapi dari rumahku. "Nurul,  I promise we'll take a picture tomorrow" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Ah, aku memang tak bisa menyamakannya dengan teman-temanku yang hobi selfie.

Keesokan harinya sepulang sekolah, Betty bercerita bahwa ada yang masuk ke kamarku. Kamarku memang tak pernah dikunci. Tapi aku tak perlu khawatir karena yang masuk adalah petugas kebersihan yang ia sewa. Bagiku kondisi rumah tidak terlalu berbeda, masih seperti biasa, bersih dan rapi.  Tapi bagi perempuan berambut pirang itu, jasa petugas kebersihan telah membuatnya PD untuk berfoto.

Usai makan malam kami pun berfoto di ruang keluarga. Saat itu ada aku, Desi (rekan guru asal Ciamis), Betty (pemilik rumah) beserta anak keduanya, Kate (mahasiswi pertukaran asal Amerika) bersama temannya asal Argentina serta Kodai (siswa pertukaran asal Jepang). Sementara dokter gigi gagah teman Betty bertindak sebagai fotografer. Ia tak pernah mau diajak berfoto.

Ah, demi sebuah foto Betty sampai mendatangkan petugas kebersihan khusus. Betapa berfoto adalah sebuah momen khusus. Saat itu South Australia sedang winter. Longjhon,  baju plus jaket kadang tak cukup untuk melawan dingin. Tapi,  di dalam rumah pemilik salon organik tersebut sungguh hati ini terasa hangat.

Dimana foto itu sekarang? Ada di dalam laptop tentunya. Aku tak berani mengunggahnya tanpa seizinnya. Bukankah dulu aku bilang, ini untuk kenang-kenangan? Kalaupun minta izin,  inginnya bicara alias ketemu langsung. Hihi... Semoga saja ada rejeki ketemu lagi.

#Kabolmenulis
#Day5

Jumat, 16 Maret 2018

VIDEO "ITU"

VIDEO "ITU"

Sore tadi saya tercekat melihat kiriman video di salah satu grup. Dalam video tersebut nampak jelas seorang anak tengah menonton video tak layak. Wajah Si Anak tampak jelas. Di sampingnya Sang Ibu duduk tenang, sepertinya mereka tengah menunggu antrian entah Rumah Sakit atau apa.

Tak berpikir panjang, saya langsung hapus video tersebut, khawatir terklik oleh anak saya jika ia meminjam HP.  Sesekali anak saya suka meminjam HP untuk sekedar bermain game "where is my water" atau menonton "Upin Ipin". HP saya juga tidak dipassword. Saya khawatir bila tak sengaja anak saya mengklik video tersebut lalu menanyakan "Anak dalam video tersebut sedang nonton apa? ". Saya tak punya jawaban. Membiarkan video berdurasi satu menit itu dalam HP, bagi saya sama saja dengan menyimpan video tak layak yang ditonton Sang Anak.

Video tersebut bisa jadi viral. Maksudnya mungkin untuk mengingatkan para orangtua agar tidak begitu saja memberikan HP kepada anak serta selalu mengawasinya. Namun,  tak bisa dibayangkan saat video tersebut viral Dan sampai pada orang-orang yang mengenal ibu dan anak tersebut. Ibu dan anak tersebut mungkin akan malu atau menjadi bahan gunjingan (semoga saja tidak). Padahal bisa jadi Si Anak tak sengaja mengklik, Si Ibu juga mungkin tak sengaja menyimpan. Bisa jadi video yang ditonton Si Anak adalah kiriman yang Si Ibu sendiri mungkin belum melihatnya.

Mengabadikan kejadian dalam bentuk foto atau video, saat ini cukup mudah dilakukan. Dalam hal mengunggah video atau foto, mungkin tujuannya baik namun perlu diperhatikan privasi orang. Perlu dipikirkan dampak yang akan timbul setelah video/foto diunggah baik bagi tokoh dalam video maupun orang yang menerima video/foto. Apa tidak lebih baik jika wajah Si Anak dan ibunya diblur? Atau mungkin dibuat narasi saja?

#Kabolmenulis
#Day4
(Dipos di FB)

Jumat, 23 Februari 2018

Sepenggal Cerita dari Merapi


Sekitar pukul tiga dinihari bis yang membawa rombongan guru-guru SMAN 1 Lembang tiba di kaki Gunung Merapi. Rasa kantuk yang tersisa,  membuat sebagian besar dari kami enggan turun dari bis dan memilih tidur sambil menunggu waktu shubuh. 

Satu jam kemudian kami pun berhamburan turun ditemani jaket yang menyelimuti. Hawa dingin menyambut,  rasanya tak terlalu menusuk,  mungkin karena kami sudah terbiasa tinggal di daerah pegunungan. 

Ditemani cahaya remang, akhirnya kami tiba di sebuah bangunan toilet. Dua toilet berukuran sekitar 1,5 X 1,5 meter yang bertandakan toilet wanita berhadapan dengan dua toilet pria. Lupakan soal mandi, bisa bersih-bersih ala koboy dengan aliran air sebesar kelingking bayi sungguh sudah nikmat tiada tara.

Usai menunaikan shalat shubuh di Masjid kami pun berkumpul di lapangan. Jeep offroad berjejer,  siap membawa kami. Setiap jeep bisa membawa empat orang penumpang. Pengemudi Jeep Wylis dengan sigap membawa Kami menuju lokasi bekas erupsi sambil bercerita dengan aksennya yang khas. Sesekali panitia juru foto yang kebetulan satu jeep dengan kami harus menurunkan kameranya. Palang setinggi dua meter tersebar sepanjang perjalanan. Bukan tanpa maksud portal itu dibuat. Penduduk berusaha menjaga jalan yang telah dibangun agar tak dilalui kendaraan berat seperti truk.

Tiba di lokasi kami disuguhi pemandangan sunrise, mentari perlahan tersenyum menampakan diri dari kaki gunung. Sungguh pemandangan yang luar  biasa. Beberapa panggung siap dinaiki siapapun yang ingin mengabadikan momen dengan latar puncak merapi. Para fotografer lokal pun selalu siap beraksi. Jangan heran kalau tiba-tiba saat kita turun dari lokasi,  mendapati foto kita yang sudah dicetak berjejer rapi. Kita bisa memilikinya seharga sepuluh ribu rupiah.

Tak jauh dari lokasi foto, sebuah batu besar bertengger. Dikenal dengan nama batu Alien,  batu tersebut memperlihatkan wajah seorang kakek. Konon batu tersebut terlempar dari puncak merapi saat terjadi erupsi. Masyarakat percaya bahwa batu tersebut memiliki kekuatan magis. Alien sendiri katanya berasal dari bahasa jawa "alihan" yang berarti pindahan.

Puas menikmati matahari terbit dan berfoto,  kami pun dibawa kembali Jeep Wylis menyusuri tempat lainnya. Hamparan pasir berbatu menandakan di sana dulu pernah terjadi erupsi. Sebagian lokasi sudah ditumbuhi perdu, semak dan sedikit pohon. Sebuah contoh suksesi primer yang bisa ditunjukkan kepada anak-anak yang tengah belajar Biologi.

Jeep berhenti di depan sebuah rumah yang dikenal dengan Museum Omahku Memoriku atau Museum Sisa Harta yang merupakan sisa bangunan yang terkena letusan. Merinding rasanya melihat perabotan yang meleleh, tulang ternak yang tersisa juga beberapa foto kondisi saat terjadi erupsi. Jam dinding dalam kondisi rusak masih terpampang dan menunjukkan angka 00.15, waktu terjadinya erupsi 5 November 2010 silam. Tak terbayangkan, pada saat tersebut mungkin banyak penduduk tengah terlelap tidur, sebagiannya mungkin berhamburan mengungsi, sebagian lagi mungkin baru tersadar di alam yang berbeda. Sebuah pengingat  bagi para pengembara bahwa suatu saat kita akan dipanggil pulang. Ah,  sudahkah kita berbekal?

Usai berkeliling di Museum mini yang buka pukul 07.00 hingga pukul 17.00 tersebut, kami pun dibawa kembali menuju bis untuk melanjutkan perjalanan ke Kota Yogya. Ada rasa campur aduk saat meninggalkan gerbang bertuliskan "The Lost World". Apa yang ada di dunia ini memang suatu saat akan hilang, yang abadi hanyalah DIA.

Selain tempat yang saya ceritakan,  masih banyak tempat lain yang bisa dikunjungi di sekitar Merapi. Dengan biaya 350 hingga 700 ribu rupiah per Jeep,  kita bisa diantar mengunjungi berbagai lokasi. Bila suka berbasah ria kita bisa memilih paket yang menawarkan salah satu rutenya  ke Kali Kuning. Bila ingin mengenang Sang Juru Kunci, kita bisa memilih rute ke Kampung Mbah  Marijan. 
Subhanallah, betapa kreatifnya para penduduk yang mengubah musibah menjadi ladang berkah. Sungguh bersama kesulitan Allah berikan kemudahan.

Sabtu, 10 Februari 2018

Pembalut kain, Kenapa Enggak?


Beberapa tahun lalu, sempat tersiar kabar bahwa pembalut-pembalut tertentu mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan. Hal tersebut tidak menyebabkan saya berhenti menggunakan pembalut di masa haid karena alasan kepraktisan. Saya tetap pakai pembalut hanya saja agak pilih-pilih merek yang katanya aman. Merek pembalut apa pun yang saya gunakan, di akhir masa haid tetap saja saya mengalami lecet pada selangkangan. Segala jenis merek, mulai dari yang murah sampai mahal sudah dicoba, hasilnya tetap saja. Akhirnya saya terima nasib lecet di akhir periode haid, toh dua tiga hari kemudian biasanya sembuh sendiri.

Tahun 2009, saya mulai berproses menjalankan gaya hidup zero waste. Saya melakukannya secara bertahap. Saya kemudian berpikir bahwa setiap bulan saya pasti nyampah bisa sekitar 30-50 pembalut. Kalau buang air, pasti saya ganti pembalut. Dalam pembalut selain komponen biodegradable ada juga komponen plastiknya susah diuraikan dan tentunya meracuni lingkungan. Belum lagi plastik pembungkusnya. Mantap sudah kedzaliman saya pada lingkungan. Di situ hati saya galau.

Saya kemudian mencari alternatif untuk berupaya menekan jumlah sampah saat haid. Zero waster di negara-negara barat banyak yang menggunakan menstrual cup, semacam cup kecil berbahan silikon yang diselipkan ke dalam vagina untuk menampung darah haid. Katanya sih mudah dibersihkan, tapi saya kok enggak berani pakai, membayangkannya saja ngeri.
Alternatif lain yang mungkin adalah menggunakan pembalut kain. Yang ini agak kontroversi juga. Ada kekhawatiran bagaimana kalau mencucinya enggak bersih dan sebagainya. Meski demikian, bagi saya ini adalah sebuah alternatif yang paling mungkin. Singkat cerita, mulailah saya mix menggunakan pembalut sekali pakai seperti biasa dan pembalut kain. Pembalut kain hanya dipakai saat berada di rumah saja. Beberapa tahun seperti itu, paling tidak saya bisa menekan separuh jumlah sampah saat haid. 

Ingin berupaya terus menuju zero waste, saya kemudian memutuskan untuk full menggunakan pembalut kain sejak tahun kemarin. Tadinya sih saya khawatir bagaimana memperlakukan pembalut bekas pakai saat di luar rumah. Ternyata masih bisa diatasi dengan menyimpannya pada tas kecil anti bocor. Meski sebenarnya pembalut tadi tak pernah bocor. Kain yang digunakan adalah kain khusus yang mudah menyerap cairan sehingga tidak tergenang. Saat tiba di rumah barulah pembalut tadi saya cuci. Anehnya kain pembalut tersebut mudah dibersihkan, saat diguyur dengan air noda darah gampang luntur. Sebagian orang mungkin berpikir, boros air dong! Enggak tuh! Untuk pencucian awal sebelum menggunakan sabun/deterjen, saya biasanya mengguyur dengan air bekas bilasan cucian baru kemudian dicuci seperti biasa.

Setelah full menggunakan pembalut kain, lecet langganan yang dulu saya rasakan justru malah hilang. Alhamdulillah. Oya, saya tetap merasa kering asal sering ganti. Takut dengan pembalut kain? Enggak tuh, yang penting pilih pembalut yang berbahan nyaman. Perlu perjuangan lebih untuk mencuci memang dibanding menggunakan pembalut sekali pakai. Namun demikian, jejak sampah yang dihasilkan lebih sedikit tentunya. Enggak kebayang kalau saya masih seperti dulu, haidnya sudah beres tapi perjalanan sampah bekasnya masih berlangsung entah berapa bulan atau beberapa tahun kemudian.

Jumat, 26 Januari 2018

4 Alasan Kenapa Penggunaan Plastik Sekali Pakai Harus Dikurangi

Setidaknya ada 4 alasan mengapa penggunaan plastik sekali pakai harus segera dikurangi. Keempat alasan tersebut saya sarikan dari "Plastic Pollution Coalition".

1. Plastik tidak bisa diuraikan
Plastik sulit diuraikan, partikel paling kecil dari plastik disebut mikroplastik mungkin bisa termakan oleh hewan. Kalaupun dibakar, plastik menghasilkan partikulat yang beracun.

2. Plastik meracuni rantai makanan
Partikel-partikel kecil dari plastik bisa termakan oleh makhluk-makhluk kecil. Makhluk kecil kemudian dimakan oleh makhluk besar. Bukan tidak mungkin pada akhirnya tiba juga di dalam tubuh manusia. Sebuah studi mengungkapkan 93% orang Amerika mengandung BPA di dalam tubuhnya (salah satu zat yang ditambahkan saat pembuatan plastik). Bagaimana dengan tubuh orang Indonesia? Entahlah, saya belum menemukan informasinya.

3. Plastik dapat mengganggu kesehatan manusia
Zat kimia dalam plastik yang luntur saat terkena panas atau minyak dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan. Zat-zat tersebut berpengaruh terhadap kesehatan manusia, memicu berbagai oenyakit. Penyakit apa saja? Kita bahas lain waktu ya ...

4. Plastik sekali pakai merupakan sumber utama polusi plastik di muka bumi
Penggunaan plastik sekali pakai sudah begitu tak terkendali. Kepraktisan menjadi sebuah alasan. Digunakannya mungkin hanya beberapa hari, beberapa jam bahkan mungkin beberapa menit, namun jejaknya tak bisa terhapus dalam waktu singkat.